Aku mengerjap saat tanganku
menghangat secara tiba-tiba. Aku merasakanya sekarang. Tangan kekarnya yang
kembali membalut tangannku. Aku menoleh, memperhatikan wajahnya lagi. Wajah tampan
dengan perpotongan garis yang tegas, hidung mancung, kulit seputih pualam dan
bibir penuh. Matanya setajam elangnya menelisik kedalam manik mataku. Mengunci pandanganku
disana.
Aku mengalah, melepaskan tatapan
kami terlebih dahulu. Ku harap aku tidak akan jatuh lebih dalam lagi pada
pesona pria dihadapannku ini.
“Tuxedo yang bagus, Min Woo-ya,”
“Gaun yang cantik.”
Pria itu tersenyum. Senyum yang
menyebar sampai kematanya. Mencium tanganku yang berada dalam genggamannya,
hangat dan lama. Hatiku menghangat. Aku mencintai pria ini melebihi diriku
sendiri. Apakah ini sebuah dosa besar?
“Han Na-ya. Sudah waktunya,
ayo!”
Seseorang masuk kedalam kamarku.
Membimbingku menuju mobil putih yang sudah siap menungguku didepan teras rumah.
Aku menoleh pada priaku sekali lagi. Dia masih tersenyum hangat disana, di
kamarku.
“Kau harus kuat, Han Na-ya ...”
Dadaku bergemuruh, entah mengapa. Mungkin
aku terlalu gugup. Aku memberikan senyum terbaikku pada Min Rin, sahabatku.
“Ikhlaskan Min Woo. Biarkan ia
beristirahat dengan tenang,”
Mataku seketika memanas. Aku
melihatnya. Min Woo ada disana. Mengenakan Tuxedo putih dengan senyum manis
menghiasi wajahnya, dengan mata terpejam dalam damai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar