Title : As Long As You Love Me
Main Cast : Kim Myung Soo
Lee Yeon Hwa (OC)
Genre : Romance
ee tapii disini aku masih ngrasa kalo ini pepe gagal feel, alur berantakan kaya kapal pecah, dan typo? kurasa kalian masih akan menemukannya. -.-epep kusus kupersemabhin buat bang alien tersayang #HappyLDay *walaupun telat banget gapapa deh yang penting niatnya hahaha* udah lah pokonya segituu ajaa. Happy Reading.
As
long as you love me...
Aku
tahu, ini sulit untukmu, untukku, untuk kita.
Tapi
kumohon, bertahanlah disisiku sebentar saja,
Dan
aku yakin semuanya akan baik-baik saja,
Selama
Kau disini, disiku,
Selama
Kau Mencintaiku...
***
We
both know it's a cold world.
Mata
hitam milik pria dengan tatapan elang itu berkilat marah. Ia berkali-kali
mendesah gusar ketika mendapati gambar-gambar yang tertangkap oleh
penglihatannya lagi. Gambar-gambar yang dapat membuat matanya memanas dan
dadanya sesak.
“Tinggalkan
dia, jika kau ingin ia selamat, Myung-ie...”
Sebuah
suara berhasil menginterupsi perhatian Myung Soo pada foto-foto yang menjadi
perhatiannya sejak setengah jam lalu. Ia mendongak, menunjukkan wajah tidak
besahabatnya⎼pertanda
bahwa tidak setuju dengan ide gila yang barusan didengarnya. Ia melemparkan foto-foto tadi begitu saja
dalam tungku pemanas dengan api yang menjilat-jilat diruang tengah rumahnya⎼membuat foto-foto itu
hangus, kemudian melebur menjadi abu hanya dalam kedipan mata.
“Ti-dak-a-kan-per-nah!” ucapnya penuh
penekanan dan beranjak menjauh dari tungku didepannya.
“Jika
kau benar-benar mencintainya, aku yakin kau akan membiarkannya bebas,”
“Maaf
saja, itu bukan caraku! Aku akan menjaganya dengan caraku sendiri dan tetap
mencintainya! Kau tidak perlu repot dengan masalah pribadiku, kau hanya managerku,
Hyung!” Myung Soo menahan
gigi-giginya yang berkeratak karena emosi.
“Tapi
kau harus ingat, gadis yang kau cintai itu adalah sepupuku! Dan aku tidak ingin
gadis kecilku menderita terlalu banyak karena perasaan cintamu yang terlihat
konyol itu!” sembur Hyun Soo, manager Kim Myung Soo yang sejak tadi berusaha
menahan emosinya ketitik terendah agar tidak meninju wajah artisnya itu.
Bagaimanapun juga wajah adalah aset terpenting bagi seorang artis, tidak boleh
ada luka sedikit pun.
“Kau
hanya perlu mengurus pekerjaanku saja, Lee Hyun Soo-ssi. Tak perlu repot
mencampuri masalah pribadiku. Bersikaplah profesional selayaknya posisimu!”
Myung
Soo membanting pintu kamarnya yang terletak dilantai dua rumahnya dengan keras,
beberapa saat kemudian terdengar suara gaduh dari dalam sana.
Cinta
tak harus memiliki? Mengapa terdengar mengenaskan sekali? Tentu saja jika kau
mencintai seseorang kau harus memilikinya, dan merajut kebahagian bersama. Kabahagiaan,
eh? Bahkan untuk saat ini pun, kata bahagia terdengar klise untuk Myung
Soo.
***
“Yeon
Hwa-ya, kau baik-baik saja? Tidurmu nyeyak? Pagimu menyenangkan?”
serentetan pertanyaan yang datang dari kakak laki-lakinya, Jong Hyun membuat
Yeon Hwa berhenti dari kegiatannya mengoleskan putih telur diatas adonan kue
keringnya yang sudah dicetak siang itu.
Sepeninggalan
kedua orang tuanya, Yeon Hwa memutuskan untuk ikut terjun langsung dalam bisnis
keluarganya. Karena Yeon Hwa buta soal perusahaan, maka ia memutuskan untuk
mengawasi kinerja para pegawainya di salah satu toko roti milik keluarganya
secara langsung. Sesekali ia akan turut serta membuat kue-kue kering, membantu
menghias kue saat ia luang.
“Eo,
Oppa? Kapan Kau datang?”
“Ck.
Kau belum menjawab pertanyaanku, Yeon-ie!” gerutu Jong Hyun sambil
mengambil alih kuas yang dipegang Yeon Hwa untuk mengoles putih telur tadi.
“Untuk
apa menanyakan sesuatu yang sudah kau ketahui jawabannya, Oppa? Kau
buang-buang waktu saja!” omel Yeon Hwa, memilih menghindari pertanyaan kakak
laki-lakinya itu, keluarga satu-satunya yang ia punya.
“Bocah
ini! Siapa yang mengajarimu untuk bersikap seperti itu, huh?”
“Gadis
kecil, jangan mulai berulah, eoh? Aku memperingatkanmu, ya!” lanjut Jong
Hyun melancarkan ancamannya.
Yeon
Hwa seakan menulikan pendengarannya dan malah asik memasukkan kue-kuenya
kedalam oven sementara ia mengeluarkan yang sudah matang. Ia hanya perlu
menyusunnya kedalam toples-toples cantik dan selesai.
“Sudahlah,
Oppa! Pergi saja jika kau hanya membuat keributan disini,” usir Yeon Hwa
jengkel mendapati kakaknya belakangan ini bersikap kekanakan padanya.
“Seenaknya
saja mengusirku. Aku kesini bersama teman-temanku. Kami mau menyicipi menu
baru,” sungut Jong Hyun mencoba bertahan di toko roti milik keluarga itu.
“Aish~
kenapa kau bisa mempunyai teman se-abstrak mereka, Oppa? Kalian
jalan-jalan bersama, main game bersama dan ke toko roti bersama? Kenapa aku
merasa kalian lebih merepotkan dari pada segerombolan gadis-gadis SMA yang
datang kesini?” cerocos Yeon Hwa panjang lebar yang membuat Jong Hyun tersenyum
penuh arti.
“Hah,
akhirnya kau mau berbicara sebanyak ini. Aku sayang padamu,” ucap Jong Hyun
sambil menarik gadis kecilnya kedalaman pelukan hangatnya.
Yeon
Hwa baru menyadari sesuatu. Belakangan ia menjadi pendiam dan tak banyak
bicara. Yah, sejak hari itu. Hari dimana dirinya dipergoki oleh segerombolan
gadis yang mengatasnamakan diri mereka sebagai Element⎼penggemar Kim Myung Soo⎼tengah berjalan
bergandengan bersama Myung Soo setelah mereka selesai berbelanja keperluan
dapur untuk toko rotinya, Panda-Berrish. Sejak saat itu, hidup seorang Lee Yeon
Hwa tidak pernah sama lagi. Tidak ada ketenangan. Setiap hari ia mendapatkan
teror dan ancaman. Ia sampai harus mengungsi ke apartement karena banyak penggemar
Myung Soo yang menungguinya di luar rumah.
***
Us,
trust, a couple things I can't spell without you.
“Bisakah...”
“Apa?”
Myung Soo mengernyit bingung mendapati wajah gelisah gadisnya.
“Kita
putus saja,” lanjut Yeon Hwa lirih, nyaris tak terdengar. Gadis itu menunduk
dalam, tidak berani menatap Myung Soo.
Tubuh
Myung soo menegang demi untuk mendengar perkataan dari gadis yang selama lima
tahun terakhir ini telah mengisi hatinya. Penuh, sesak, tanpa celah sedikitpun.
Hingga membuatnya tak dapat berpaling kemana pun.
“Kenapa
tiba-tiba begini?” suara Myung Soo tercekat, terdengar serak.
“Aku
merasa bersalah dengan para penggemarmu. Aku egois, aku...”
“Kenapa
tiba-tiba kau berpikir egois? Kita sudah memulai ini sejak lama, bahkan sebelum
mereka ada!” Myung Soo memotong ucapan gadisnya, tidak ingin mendengar alasan
yang terlalu dibuat-buat.
“Mereka
penggemarmu, Myung-ie. Yang membuatmu bisa berada di puncak setinggi ini,”
“Aku
tidak peduli, yang aku tahu aku mencintaimu dan tidak mau berpisah darimu hanya
karena alasan konyol seperti ini!”
“Ku
mohon, fikirkan karirmu. Masa depanmu. Penggemarmu!” Yeon Hwa terisak dalam
usahanya memberikan pengertian kepada Myung Soo.
“Massa
bodoh dengan semua itu! Kau masa depanku. Aku akan bekerja di jalan yang lain,
bukan di jalan sekejam ini yang berpotensi memisahkan kita,”
Myung
Soo meremas tangan Yeon Hwa hangat. Mencoba meyakinkan gadisnya bahwa berpisah
bukanlah sebuah keputusan yang tepat. Bagaimana pun juga mereka sudah melewati
banyak hal bersama-sama dalam waktu yang tak bisa dibilang singkat.
“Aku
tidak ingin kau gegabah Myung-ie. Berpisahlah denganku, hanya sejenak. Kita
bisa mencobanya, kan?”
“Aku
tidak mau. Aku tidak akan baik-baik saja tanpa adanya kau disampingku! Aku
tidak mau!”
Myung
Soo kembali berteriak. Ia kalap. Ia tak tahu lagi bagaimana harus menjelaskan
pada gadisnya bahwa ia tak ingin berpisah dengan gadisnya barang sedetik.
“Mengertilah,
Myung Soo-ya...”
Pria
itu mendongak cepat. Tidak mempercayai pendengarannya sendiri. Bahkan panggilan
yang gadis itu berikan terasa asing baginya.
“Aku
akan baik-baik saja. Kita akan baik-baik saja,”
Yeon
Hwa terlihat menguatkan hatinya sendiri. Menarik napas lama dan panjang,
berharap dapat menghalau sesak yang sejak tadi berjejal dalam hatinya.
“Walaupun
kenyataannya kita tidak dapat bersama-sama seperti dulu,” lanjutnya lalu
beranjak pergi. Myung Soo merasa udara disekitarnya lenyap.
Udaranya
telah lenyap. Udaranya pergi. Jantungnya pasti akan berdebar lebih cepat kali
ini. Bukan karena perasaan bahagia yang berlebihan seperti ketika ia merasa
jatuh cinta untuk pertama kalinya pada gadis yang baru saja meninggalkannya
itu. Tapi berdebar karena meronta meminta pasokan udara yang semakin berkurang.
Wajah
pria bermata elang itu mengeras. Tak terbaca. Banyak hal yang berkeliaran dan
berkecamuk dalam dirinya. Matanya bergerak mengikuti punggung ramping kekasihnya
yang semakin terlihat mengecil dan akhirnya hilang dari jangkauan.
Pria
itu menunduk. Melihat pesanan dimeja yang bahkan belum tersentuh sama sekali.
Kopi hitam kental tanpa gula. Yah, gadisnya lah yang memesankannya tadi sesaat
setelah ia tiba di kafe ini. Kafe dengan aruma telur, mentega, tepung dan kopi
yang berbaur menjadi satu. Micky-Lite.
“Tapi
aku tidak akan baik-baik saja. Kita tidak akan baik-baik saja. Kita? Aku bahkan
tidak dapat mendefinisikan artinya jika tidak ada kau disisiku!”
Myung
Soo menggeram dalam hati. Mencengkeram pegangan gelas kopinya dengan kekuatan
berlebihan. Tangannya bergetar. Hatinya bergetar. Gadisnya telah pergi.
***
Give
me a time and place, I'll rendezvous it.
Kau
gadis bodoh yang berpikir dengan cara berpisah dapat menyelesaikan masalah ini.
Harusnya kau memberikan lebih banyak waktu dan kesempatan untukku berada
disampingmu sehingga aku dapat menjagamu. Memastikan kau akan baik-baik saja,
disisku.
Lee
Hyun Soo terlihat sibuk berbicara di telepon dengan seseorang. Wajahnya kadang
terlihat mengeras, seprti akan meledak dan sejenak kemudian ia menunduk. Myung
Soo memandang aneh ke arah manager-nya itu. Gemas melihat emosi yang
ditunjukkan pria yang sedang duduk diseberangnya itu. Myung Soo menunggu sampai
Hyun Soo menyelesaikan teleponnya dulu. Ia tidak berniat menanyakan tujuan
mereka selanjutnya setelah selesai melakukan pemotretan untuk majalah fashion
yang akan terbit bulan depan ini.
“Sudah
kuduga dari awal. Kucing itu pasti akan membawa masalah,” gumam Hyun Soo
setelah sambungannya terputus. Wajahnya terlihat lelah.
“Myung
Soo-ya,” suara Lee Hyun Soo terdengar serak.
“Ku
rasa untuk jadwalmu selanjutnya kau harus pergi sendiri. Maaf, mendadak aku ada
urusan penting. Nanti aku akan menyusulmu setelah semuanya selesai, oke?”
Pria
itu terlihat tergesa dan pergi begitu saja tanpa mengindahkan jawaban Myung
Soo. Ia tengah mati-matian menjaga ekspresinya agar telihat normal.
Bagaimanapun juga Myung Soo tidak boleh mengetahui apa yang tengah terjadi.
Myung
Soo mengendikan bahunya tak peduli. Tidak ada manager berarti merdeka
baginya. Ia bisa pergi sebentar untuk menengok gadisnya. Hanya sebentar.
Melihat saja, walaupun harus dari kejauhan. Hanya memastika gadis itu sedang
dalam keadaan baik-baik saja, dan ia akan pergi setelah itu. Secara diam-diam.
***
Myung
Soo buru-buru menghentikan taksi yang tengah melintas didepannya. Ia sudah
lengkap dengan segala penyamaran yang melekat ditubuhnya. Masker, kacamata
hitam, topi hitam. Pas. Terlihat sempurna seperti biasanya.
Langit terlihat mendung ketika ia keluar dari
studio foto. Saat ia telah berhasil duduk dengan nyaman didalam taksi,
tiba-tiba saja hujan turun. Ah, benar-benar moment yang tepat.
Sementara
taksi mulai melaju membelah hujan, Myung Soo menikmati pemandangan disekitarnya.
Ia tersenyum miring, tidak sabar untuk segera melihat wajah gadisnya. Setelah
skandalnya mencuat kepermukaan pihak agensi-nya memperketat jadwal Myung Soo
hingga ia tak memiliki waktu luang untuk melihat keadaan gadisnya. Orang-orang
yang sudah lama bekerjasama dengannya tahu bagaimana sifat Myung Soo. Ia pasti
tidak akan menyerah begitu saja walaupun gadisnya sudah memintanya untuk
berpisah.
Myung
Soo buru-buru melompat keluar dari taksi begitu taksi berhenti. Tiba-tiba saja
jantungnya berdetak lebih cepat. Perasaannya menjadi gelisah dan tidak menentu.
Ini buruk. Ini pertanda tidak baik. Mungkin saja penyamarannya kali ini akan
dikenali oleh seseorang. Biasanya ia selalu merasa seperti ini saat penyamaran
yang ia lakukan gagal. Pria itu terlalu tampan untuk sekedar dilewatkan.
Siapapun yang pernah melihatnya pasti akan langsung mengenali siapa dia hanya
dengan melihat kelebatnya saja. Dia terlalu tampan dan bersinar dalam keadaan
seperti apapun. Bahkan saat dia bangun tidur. Itu yang dikatakan oleh salah
satu penggemarnya dalam jejaring sosial.
Myung
Soo membenarkan letak topi serta kacamatanya. Menghembuskan napasnya
keras-keras kemudian melangkah kakinya lebar-lebar, nyaris seperti berlari.
Hanya masuk ke gang kecil ini, dan berbelok di pertigaan ujung gang. Bangunan ketiga sebelah kiri
jalan. Disanalah tempat gadisnya berada. Panda-Berrish.
Myung
Soo telah tiba disana. Ditempat persembunyiannya. Tempat biasanya ia dapat
melihat gadisnya dengan leluasa tanpa sepengetahuan orang lain termasuk gadis
itu sendiri. Jantungnya kali ini benra-benar berdebar kencang. Lebih kencang
daripada ketika ia keluar dari taksi di ujung gang tadi. Dan ini terasa benar-benar sesak dan
menyakitkan.
Ia
merasa ini bagaikan mimpi. Panda-Berrish. Tempat yang biasanya terlihat rapi
itu kini terlihat hancur dan berantakan. Beberapa dinding kaca serta etalase
toko terlihat pecah. Ada garis polisi yang melintas di sekitar toko itu. ada
apa ini? Apa yang sebenarnya tengah terjadi? Apakah ada yang merusak tokoh roti
itu? Tetapi siapa? Ini terlihat sangat konyol dan kekanakan.
Lalu
dimana Yeon Hwa sekarang? Bagaimana keadaannya? Apakah dia baik-baik saja? Apa
dia terluka?
Begitu
banyak pertanyaan yang menjejali otak seorang Kim Myung Soo. Ia terlihat
linglung. Ia berjalan keluar dari tempat persembunyiannya, merogoh saku
mantelnya untuk mencari ponselnya. Ia harus menghubungi seseorang. Untuk
memastikan sesuatu.
Pria
itu kembali mendesah putus asa. Ia frustasi. Bagaimana ia bisa lupa kalau
ponselnya ia titipkan pada Lee Hyun Soo tadi sebelum ia melakukan pemotretan?
Ah, kadang ia begini ceroboh hingga melupakan benda yang saat ini terasa begitu
penting baginya.
Myung
Soo melihat ada beberapa orang yang tengah berkerumun melihat ke arah toko itu.
Ia bergegas mendekati mereka demi untuk mendapatkan penjelasan.
“Permisi,
boleh saya tahu apa yang terjadi disini?” tanyanya sopan pada seorang pria yang
ia temui.
“Baru
saja terjadi kecelakaan. Seorang pria mabuk mengendarai mobilnya dengan
kecepatan tinggi. Ia tidak dapat mengendalikan mobilnya dan menabrak toko roti
itu,” ceritanya.
“Apakah
semuanya baik-baik saja?” tanya Myung Soo lagi.
“Seorang
gadis yang tengah bermain bersama seekor kucing persia dihalaman depan sana
tertabrak. Ia berusaha menyelamatkan kucing itu,” jawab pria itu lagi.
“Seorang
gadis?” tanya Myung Soo lagi. Sekedar memastikan bahwa gadis itu bukanlah
gadisnya.
“Eum.
Ku dengar gadis itu adalah gadis pemilik toko roti,”
***
You
could be my destiny's child on a scene, girl.
Dunia
Kim Myung Soo menggelap seketika. Belum ada sebulan ia berpisah dengan Yeon Hwa
dan sekarang ia mendapati gadis itu kecelakaan. Dan alasannya karena menolong
kucing? Gadis bodoh! Ceroboh! Mengapa begitu percaya diri meminta berpisah jika
akhirnya seperti ini?
Myung
Soo masih setia duduk disisi ranjang Yeon Hwa. Gadis itu belum sadar paska operasinya
tiga hari yang lalu. Ia mengalami patah tulang yang cukup serius dan
mengeluarkan darah cukup banyak.
Hyun
Soo terlihat sangat shock ketika melihat Myung Soo menyusulnya ke rumah
sakit dengan keadaan kacau. Pria itu berantakan dan menangis keras. Memaki Hyun
Soo yang membiarkannya terlihat seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. Ia
yakin jika saat itu tidak berencana melihat keadaan gadisnya maka dapat
dipastikan ia tidak akan tahu bagaimana keadaan kekasihnya sampai sekarang.
Myung
Soo meletakkan kepalanya disamping tangan Yeon Hwa. Mengusapnya pelan dan penuh
sayang, pikirannya melesat jauh. Melayang ke massa awal pertemuan mereka...
“Hei,
kau yang disana!”
Suara
seorang gadis dengan seragam High School memecah konsentrasi Myung Soo yang tengah
membidikkan kemeranya ke arah kue-kue yang terpajang apik di etalase toko.
Myung
Soo menoleh dan menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuknya. Terlihat
seperti orang bodoh.
“Iya.
Kau. Siapa lagi, hah?” gadis itu terlihat berkacak pinggang.
“Kenapa?
Kau ingin ku foto juga?” tanya Myung Soo sinis.
“Kau
tukang foto keliling, eh?” jawab gadis itu tak kalah sinis.
Myung
Soo mengendikkan bahunya tak peduli dan kembali fokus pada kamera ditangannya.
Gadis berseragam High School itu geram karena merasa terabaikan begitu saja.
“Yak!
Siapa yang menyuruhmu mengambil gambar kue-kue di tokoku, hah?!” gadis itu
membentak tak sabaran dan menyeret Myung Soo menjauh dari sana.
Myung
Soo terlihat mengedarkan pandanganya, beberapa saat kemudian ia menatap gadis
yang tengah mencengkeram pergelangan tangannya. Menatapnya dalam, tajam. Gadis
itu membalas tatapan itu dengan angkuh, seakan mengatakan aku pemilik toko itu!
“Sepanjang
penglihatanku, tidak ada larangan mengambil gambar di sini, nona...” Myung Soo
menyipitkan matanya untuk membaca name-tag gadis itu.
“Lee
Yeon Hwa.” Lanjutnya dan tatapannya kini beralih kepergelangan tangannya yang
masih dalam kungkungan tangan gadis itu.
“Kau
bisa lepaskan tanganku, kan? Atau kau ingin aku mengenggam balik tanganmu?”
ucap Myung Soo sedikit mengancam.
Seperti
menyadari sesuatu, Yeon Hwa buru-buru melepas cengkeramannya dan mngibaskan
tangannya disamping rok yang ia pakai. Hal itu membuat Myung Soo terkekeh.
“Kau
tidak perlu membersihkan tanganmu seperti itu hanya karena mengenggam tanganku.
Percuma saja nona, karena setelah ini akan kupastikan kau mengenggam tanganku
selama sisa hidupmu,” ucap Myung Soo pelan, tepat ditelinga Yeon Hwa.
Gadis
itu menegang. Entah apakah itu baik atau tidak. Entah apakah ini sesuatu yang
menyenangkan atau malah sebuah ancaman. Yang pasti sekarang jantung gadis itu
berdetak terlalu cepat. Hingga ia berani bertaruh jika pria itu tidak segera
pergi dari hadapannya, ia pasti akan terkena serangan jantung atau lebih
parahnya lagi, gagal jantung! Oh, tidak!
Ia masih terlalu muda untuk menanggung penyakit-penyakit semcam itu.
***
Ask
me 'what's my best side?', I stand back and point at you
You
the one that I argue with, feel like I need a new girl to be bothered with
But,
the grass ain't always greener on the other side, it's green where you water it
“Kau
ingat pertemuan pertama kita kan? Wajahmu sangat Menggemaskan. Aku yakin, saat
itu pasti ada sesuatu yang berdebar dalam dirimu, seperti ini kan?” Myung Soo
menuntun tangan Yeon Hwa pelan kearah dada sebelah kirinya.
“kau
merasakannya, kan? Ia akan selalu seperti ini selama kau berada disisiku. Apa
lagi saat kau membuka mata lagi nanti. Aku yakin ini akan berdetak lebih
kencang lagi. Jadi, cepatlah bangun dan buat jantung kita berlomba-lomba
berdetak hanya karena saling melihat,
setuju?”
Myung
Soo tersenyum lagi. Mengusap pipi gadisnya yang perlahan menjalar kerah perban
yang menempel disepanjang lingkaran dahi gadis itu. Mengelusnya lagi. Ada
beberapa lecet diwajah cantiknya.
“Yak,
Kim Myung Soo! Mana traktiran untukku? Selamat atas debutmu, kau terlihat
tampan sekali di TV tadi,” Yeon Hwa memeluk tubuh kekasihnya itu penuh sayang.
Setidaknya mereka sudah jarang bertemu karena kesibukan Myung Soo sebagai artis
baru.
“Aku
merindukanmu, sungguh!”ucap Myung Soo sambil mengeratkan pelukannya. Rasanya
sudah lama ia tak melakukan ini dengan Yeon Hwa.
“Aku
juga,” Yeon Hwa terlihat murung.
“Kenapa
sedih?”
“Tidak.
Hanya perasaanmu saja,” elak Yeon Hwa.
“Dan
sayangnya, perasaanku tak pernah salah jika itu tentang kau, Yeon-ie” ujar
Myung Soo sambil mengangkat dagu kekasihnya itu, mencoba untuk melihat wajah
gadisnya yang sangat ia rindukan.
“Kau
selalu benar, Myung-ie. Uri Myung-ie,” seloroh Yeon
Hwa sambil mencubit hidung kekasihnya gemas.
“Mau
menceritakannya padaku?”
“Eum,
aku tidak mau kau tersinggung,” kilah Yeon Hwa lagi.
“Aku
tidak akan tersinggung, ceritakan saja!” bujuk Myung Soo lagi. Ia tahu gadisnya
tengah memikirkan sesuatu.
“Aku
mau bertanya sesuatu.” Ucap Yeon Hwa terdengar ragu.
“Aku
akan menjawab,”
“Di
sudut mana aku terlihat paling cantik?” Yeon Hwa buru-buru menutup wajahnya
setelah selesai bertanya.
“Yak!
Kenapa ditutup? Bagaimana aku bisa melihatnya?” kesal Myung Soo sambil menarik
kedua tangan Yeon Hwa yang tengah menutupi wajahnya.
Myung
Soo kemudian menuntun Yeon Hwa untuk berdiri, lalu ia pun berjalan mengitari
tubuh Yeon Hwa memberikan penilaian.
“Kau
terlihat sangat cantik dari sudut mana pun,” jawab Myung Soo pura-pura
frustasi.
“Jawab
dengan jujur Kim Myung Soo-ssi!” geram Yeon Hwa
jengkel.
“Aku
serius Lee Yeon Hwa-sii!” balas Myung Soo tak kalah sengit.
“Aish~
kau selalu seperti itu,” Yeon Hwa merajuk.
“Jadi
aku harus bagaimana? Mengatakan kau adalah gadis terjelek se-antero dunia? Itu
kebohongan terbesar, Yeon-ie!” Myung Soo menarik Yeon Hwa agar duduk kembali
disampingnya.
“Apa
sebenarnya yang tengah dipikirkan oleh otak kecil gadisku ini, hmm?” Myung Soo
kali ini bertanya dengan lembut.
“Aku
merasa tak pantas bersanding denganmu. Masih banyak gadis yang lebih cantik dan
lebih pantas untukmu...” Yeon Hwa menunduk.
“Kita
sudah membahas ini berkali-kali, sayang. Jangan berharap kau mendapatkan sebuah
akhir yang berbeda. Jawabanku akan tetap sama. Hanya kau yang paling cantik.
Hanya kau yang paling pantas bersanding denganku, bukan yang lain. Karena semua
pilihanku dikendalikan oleh hatiku, hatiku dikendalikan olehmu. Jadi aku harus
bagaimana?”
“Aku
sudah menghafal jawaban itu diluar kepala, Myung-ie. Kau begitu tidak
kreatif-nya hingga mengucapkan kata yang sama berulang-ulang!” cibir Yeon hwa
sambil membolak-balik majalah fashion yang sebagian besar halamannya terisi
oleh wajah tampan kekasihnya, Kim Myung Soo.
“Kau
juga tidak kreatif menanyakan hal yang sama berulang-ulang. Apa kau sedang
menjebakku agar memujimu terus setiap kali kau bertanya seperti itu?” selidik
Myung Soo curiga.
“Apa-apaan
itu? Kata siapa?” elak Yeon Hwa gelagapan dengan wajah memerah. Seketika Myung
Soo tertawa keras melihat reaksi berlebihan kekasihnya.
“Tapi,
Myung-ie... apa kau tidak pernah mendengar istilah ‘rumput tetangga selalu
terlihat lebih hijau,’ eh?” pancing Yeon Hwa lagi, Myung Soo mendecak keras.
“Tidak
selamya rumput tetangga lebih hijau. Ia akan terlihat lebih hijau hanya jika
kau menyiramnya, bodoh!”tukas Myung Soo tidak sabaran.
“Jangan
tidur lagi saat jam pelajaran biologi berlangsung, sayang!” goda Myung Soo lagi
yang membuat gadis itu menggeram, murka.
***
“Kau sudah terlalu lama absen, Myung Soo-ya.
Kau harus segera kembali ke kehidupan artis-mu jika tidak ingin berurusan
dengan pengadilan karena tidak mematuhi kontrak kerja yang telah kau sepakati,”
nasihat Hyun Soo, manager-nya.
Ini
sudah seminggu semenjak Myung Soo berkeras untuk menjaga Yeon Hwa sampai gadis
itu sadar. Bahkan Jong Hyun yang notabene kakak Yeon Hwa pun tidak bisa berbuat
apa-apa saat Myung Soo berkeras tidak mau pulang.
“Sudah
ku bilang, Hyung. Aku akan pergi setelah memastikan ia sadar. Aku
janji!” keras Myung Soo.
“Ada
kalanya kau harus bersikap dewasa, Myung Soo-ya! Pikirkan karirmu,
pikirkan masa depanmu,” kali ini Jong Hyun ambil bagian.
Myung
Soo menoleh cepat kearah Jong Hyun. Kata-katanya sama persis seperti Yeon Hwa. Ia
semakin merindukan gadisnya. Ia janji, setelah gadis itu membuka matanya, ia
akan pergi.
Tiba-tiba
saja ia merasa sesak. Matanya terasa memanas. Satu pengertian baru merasuki
otaknya. Ia mengalami sakit rindu berkepanjangan tanpa ujung yang jelas. Ia bisa
melihat Yeon Hwa tepat didepan matanya, berada disisinya. Tapi semua itu bahkan
terasa tak berarti saat gadis itu tak dapat membuka matanya dan berdebat
dengannya seperti yang biasa mereka lakukan. Semuanya sia-sia. Rindu tak
berujung itu semakin menyiksanya. Membuat tenggorokkannya tercekat dan matanya
memanas.
Ia
sadar, rindu bukanlah masalah jarak. Ia merindukan Yeon Hwa bukan karena tidak
bisa meliha sosoknya memenuhi indra penglihatannya. Tapi lebih karena ia tidak
bisa merasakan keberdaan gadisnya, eksistensi gadisnya. Yah, sekarang ia tahu
apa arti rindu yang sebenarnya. Hanya melihat gadis itu hidup, membuka mata,
tertawa, bernapas dengan benar maka hidupnya akan terasa baik-baik saja.
“Pulanglah,
kerjakan dulu apa yang harus kau kerjakan. Jika sudah selesai, kau boleh datang
kesini lagi,” ujar Jong Hyun lagi setelah melihat Myung Soo terdiam terlalu
lama.
Myung
Soo akhirnya mengangguk pasrah. Menatap kekasihnya itu cukup lama dan akhirnya
berbalik menuju pintu keluar. Ia tidak menoleh kebelakang lagi, atau semua akan
terasa semakin berat.
***
As
long as you love me
We
could be starving, we could be homeless, we could be broke.
Myung
Soo kembali pada rutinitasnya lagi. Melakukan syuting, pemotretan, wawancara
dengan majalah. Yah, semua kembali normal, kecuali hatinya. Hatinya takkan
pernah normal sebelum gadisnya membuka mata.
Hari
ini Myung Soo tengah menghadiri sebuah acara talk show yang membahas
tentang drama terbaru yang tengah ia bintangi. Drama tersebut mendapat banyak
perhatian masyarakat terutama dari penggemar Myung Soo.
Drama
yang menceritakan tentang terkuaknya skandal hubungan asmara seorang artis
wanita yang tengah naik daun dengan seorang pria dari kalangan biasa. Setelah skandal
merebak sang artis wanita itu memutuskan kekasihnya begitu saja, mencampakannya
begitu saja. Menganggap hubungan mereka tidak pernah ada, tanpa mempedulikan
hatinya sendiri. Sang pria yang sakit hati lalu pergi ke luar negeri. Belajar,
menimba ilmu, mencari peluang bisnis disana dan kembali lagi kenegaranya dengan
status yang sudah berubah jauh. Menjadi pengusaha muda yang sukses, dan berhati
dingin. Konflik dimulai saat sang pria dipertemukan lagi dengan sang artis
wanita.
“Awal
dari cerita dalam drama ini hampir mirip dengan kisah Myung Soo-ssi
dengan kasus yang terbalik tentunya. Apakah anda telah melakukan hal yang sama
pada mantan kekasih anda?” tanya seorang penonton ketika dibuka sesi tanya
jawab.
“Sebagai
pria sejati, tentu saja aku tidak melakukannya. Aku bahkan berkata padanya, aku
siap hidup sederhana, bahkan jika harus kelaparan dan menjadi tunawisma pun aku
mau. Tapi dia gadis yang baik. Dia memikirkan karirku, dia memikirkan masa
depanku, dan juga penggemarku. Jadi dia memintaku untuk meninggalkannya,” jawab
Myung Soo jujur.
“Ah,
kau berkata begitu manis diawal, tapi akhirnya kau juga meninggalkannya!”
Komentar salah satu MC membuat semua yang hadir disana tertawa tanpa
terkecuali.
“Sebelum
acara ditutup, bolehkah aku menyampaikan sesuatu?” tanya Myung Soo tiba-tiba
membuat semua perhatian tertuju padanya. Ini tidak ada dalam script! Wajahnya
benar-benar terlihat memohon.
“Eum,
baiklah. Silahkan, Myung Soo-ssi,”
“Saat
ini sahabatku tengah sakit. Dia mengalami kecelakaan hampir sebulan yang lalu. Ia
sudah menjalani operasi tapi kemudian mengalami koma dan belum sadar sampai
detik ini. Aku memohon kepada anda semua untuk mendoakannya agar cepat kembali ke
sisi kami lagi, bersama orang-orang yang mencintainya dan menyanyanginya. Aku sangat
memohon doa anda semua untuk kesembuhan sahabat saya, terimakasih.” Ucap Myung
Soo panjang lebar.
Hyun
Soo tidak menyangka jika Myung Soo akan senekat ini, meminta doa untuk Yeon Hwa
di depan seluruh masyarakat Korea yang tengah menyaksikan acara itu. jika
mereka tahu siapa yang dimintakan doa olehnya, maka tamatlah riwayatnya.
“Ah,
kami turut berduka mendengar berita ini, Myung Soo-ssi. Semoga sahabatmu
segera diberikan kesembuhan dan dapat berkumpul lagi bersama keluarganya,” Ucap
sang MC yang diamini oleh semua yang ada disana.
***
“Harusnya
kau melihat ini, Yeon Hwa-ya, cepatlah bangun. Aku tidak mau hidup
didunia ini sendirian. Kau adikku satu-satunya, sayang. Kau harus bangun.” Ucap
Jong Hyun penuh sayang.
Jong
Hyun sudah merasakan banyak kehilangan belakangan ini. Ia tidak mau
merasakannya lagi. Ayah, Ibu, peliharaan. Semuanya sudah cukup. Dia benar-benar
tidak ingin tinggal sendirian di dunia ini tanpa keluarga, orang-orang
yang memiliki ikatan darah dengannya.
“Yeon
Hwa-ya, Kau harus segera sadar, atau kau ingin mendengar berita tentang
Kim Myung Soo yang berpacaran dengan pemeran utama wanita dalam drama
terbarunya?” bisik Jong Hyun di telinga kiri Yeon Hwa.
Mungkin
ini terdengar konyol. Mungkin ini terdengar gila, tapi hanya ini lah
satu-satunya cara yang ia punya untuk menarik secara paksa kesadaran adiknya. Dia
sudah terlalu lama tidur. Sebulan? Oh, ayolah! Ini tidak lucu! Lee Yeon Hwa
harus segera dibangunkan dengan cara paling kejam sekalipun.
“Hyung!
Apa yang kau bisikkan pada Yeon Hwa? Bagaimana kalau dia mendengarnya?” cerocos
Myung Soo tiba-tiba yang entah sejak kapan masuk kedalam kamar rawat Yeon Hwa.
“Aku
hanya menstimulasinya agar cepat sadar. Itu yang dikatakan dokter!” ucap Jong
Hyun membela diri.
“Tapi
bukan beigtu caranya, Hyung!” ujar Myung Soo frustasi. Entah mengapa
Jong Hyun menjadi lebih kekanakan belakangan ini.
“Sebaiknya
kau pulang, Hyung! Kurasa udara rumah sakit membuat otakmu sedikit
bermasalah,” celetuk Myung Soo tanpa sadar.
“Kau
dan dia sama-sama gila dan kurang ajar! Mau jadi apa anak kalian kelak?” sembur
Jong Hyun murka.
“Eum,
anak? Entahlah Hyung, kami belum mendiskusikan cita-cita anak kami,”
jawab Myung Soo cuek sambil melirik kea arah Yeon Hwa.
“Lama-lama
disini bisa membuatku gila. Aku keluar dulu, ya?” pamit Jong Hyun pada
akhirnya.
***
“Hei,
nona Lee! Betah sekali kau tidur. Kau tidak takut kulitmu keriput karena
terlalu lama tidur sampai lupa tidak melakukan perawatan, eoh?” Kim
Myung Soo membelai rambut panjang Yeon Hwa yang terlihat lebih rapi.
“Aku
harap kau akan segera bangun, aku tidak mau melewatkan hari ini hanya dengan
bercerita padamu. Kau juga harus menaggapi ceritaku, dan gantian bercerita. Apa
kau tidak bosen mendengarkanku bercerita setiap hari seperti ini, huh?”
air mata Myung Soo meleleh begitu saja.
Ini
sudah sangat keterlaluan. Sudah hampir enam minggu Yeon Hwa koma dan tidak ada
tanda-tanda akan bangun. Kondisinya tetap sama, tanpa perubahan yang berarti. Itu
yang Myung Soo ketahui berdasarkan laporan Hyun Soo seminggu yang lalu.
“Aku
tidak akan pernah bosan, Myung-ie,” lirih Yeon Hwa suaranya terdengar
serak seperti orang bangun tidur.
“Kau...”
Myung Soo mendesis. Ia tidak percaya akhirnya Yeon Hwa membuka matanya.
“Selamat
ulang tahun, sayang,” ucap Yeon Hwa lagi yang membuat Myung Soo bertambah
kaget.
“Kau
tahu ini tanggal 13 Maret? Bagaimana bisa?”
Baiklah,
sepertinya Myung Soo mulai curiga. Entah Myung Soo yang terlalu pintar atau
Yeon Hwa yang terlalu bodoh dan ceroboh. Sepertinya pilihan kedua lebih masuk
akal. Yeon Hwa bodoh dan ceroboh. Tapi jangan salahkan dia. Setiap gadis pasti
ingin menjadi orang pertama yang mengucapkan ini kepada kekasihnya.
“SELAMAT
ULANG TAHUN KIM MYUNG SOO!!” pekik dua Lee bersaudara, Lee Jong Hyun dan Lee
Hyun Soo. Sepertinya mereka lupa jika mereka masih berada di rumah sakit. Benar-benar
dua saudara abstrak yang senang mencari masalah!
“Hyung,
kalain? Jangan bilang ini rencana kalian?” tuduh Myung Soo dengan mata
menyipit.
“Jangan
membuat matamu tenggelam dan tinggal segaris dengan tatapan seperti itu, Myung-ie,”
sahut Yeon Hwa yang di setujui oleh dua kakaknya.
“Jadi,
Hyung. Kapan sebenarnya gadis tengik ini sadar?” tanya Myung Soo tak
sabaran.
“Kapan
ya? Sehari yang lalu? Dua hari?” tanya Jong Hyun pura-pura lupa.
“Ah,
kurasa empat hari yang lalu,” timpal Hyun Soo.
“Seminggu
yang lalu, Oppa! Kenapa kalian bisa melupakannya begitu mudah?” sungut
Yeon Hwa.
“Ah,
kami sudah terlalu tua untuk mengingat banyak hal, sayang,” sanggah Jong Hyun.
“Yak!
Kalian tega padaku, kenapa tidak memberitahukannya padaku? Dan kau juga Lee
Hyun Soo, kenapa kau berbohong padaku?” pekik Myung Soo kalap.
Ia
marah, merasa dibohongi begitu saja oleh tiga orang idiot dihadapannya ini. Ia benar-benar
merasa stress dan frustasi hanya karena memikirkan masalah ini.
“Jangan
marah, myung-ie. Uri Myung-ie,” lirih Yeon Hwa.
“Aku
hanya ingin memberikan kejutan saat ulang tahunmu, tidak ada maksud lain. Maaf jika
membuatmu khawatir.” Yeon Hwa menunduk dalam, merasa bersalah pada Myung Soo.
“Sepertinya
kita harus keluar dan menghabiskan kue ini berdua saja, Hyun-ie,” ucap Jong
Hyun dan menyeret sepupunya, Hyun Soo keluar.
“Jadi
kenapa tidak mau memberitahuku kau sudah sadar?” tanya Myung Soo lembut.
“Aku
hanya tidak mau melihatmu saat pertama kali sadar,” jawab Yeon Hwa pendek.
“Kenapa?”
tuntut Myung Soo lagi.
“Aku
pasti akan terlihat jelek saat itu, dan aku tidak siap untuk itu.” terang Yeon
Hwa malu.
“Astaga.
Kau benar-benar kekanakan, nona Lee!” ucap Myung Soo dan menarik Yeon Hwa
kedalam pelukannya.
“Hei,
Kim Myung Soo! Kau tidak mau mencoba kue ulang tahunmu?” tanya Jong Hyun sambil
menjulurkan kepalanya dari luar. Ia buru-buru menghilang ketika mendapat
tatapan mematikan dari adiknya.
“Huh!
Merusak suasana saja,” gerutu Yeon Hwa.
“Aku
merindukanmu, sayang. Sangat. Kau membuatku hampir gila,” kata Myung Soo lagi,
mendekap hangat tubuh kecil kekasihnya.
“Aku
juga, sayang. Ternyata kau benar. Hidup tanpamu terasa begini sulit. Aku menderita karena terlalu merindukanmu. Kau jahat,
Myung-ie. Apa kau berhasil menemukan penggantiku saat kita berpisah?” berondong
Yeon Hwa bertubi.
“Aku
selalu disini, jika kau ingin tahu. Akan lebih baik bagiku berusaha mendapatkanmu
kembali, dari pada aku memulainya dengan orang lain. Aku tidak mau,”
“Aku
memang tidak boleh melakukannya, Kim Myung Soo-ssi,”
“Baiklah,
terserah apa katamu saja, Lee Yeon Hwa-ssi!”
So
I know, we got issues baby, true, true, true
But
I'd rather work on this you than to go ahead and start with someone new
_END_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar