Kamis, 13 Maret 2014

[SONG FICT] As Long As You Love Me



Title             : As Long As You Love Me
Main Cast   : Kim Myung Soo 
                       Lee Yeon Hwa (OC)
Genre         : Romance

Disclaimer  : ini epep terinspirasi dari lirik lagunya justin bieber yang as long as you love me. lagu ini bener-bener mengalihkan duniaku pas dinyanyiin sama YUN LUNAFLY! beuh, dia cakep maksimal disini lah pokoknya! tapii liriknya lebih cakep, menjebretkan hatiku hingga menimbulkan sesuatu #plak
ee tapii disini aku masih ngrasa kalo ini pepe gagal feel, alur berantakan kaya kapal pecah, dan typo? kurasa kalian masih akan menemukannya. -.-epep kusus kupersemabhin buat bang alien tersayang #HappyLDay *walaupun telat banget gapapa deh yang penting niatnya hahaha* udah lah pokonya segituu ajaa. Happy Reading.

As long as you love me...
Aku tahu, ini sulit untukmu, untukku, untuk kita.
Tapi kumohon, bertahanlah disisiku sebentar saja,
Dan aku yakin semuanya akan baik-baik saja,
Selama Kau disini, disiku,
Selama Kau Mencintaiku...

***

We both know it's a cold world.

Mata hitam milik pria dengan tatapan elang itu berkilat marah. Ia berkali-kali mendesah gusar ketika mendapati gambar-gambar yang tertangkap oleh penglihatannya lagi. Gambar-gambar yang dapat membuat matanya memanas dan dadanya sesak.
“Tinggalkan dia, jika kau ingin ia selamat, Myung-ie...
Sebuah suara berhasil menginterupsi perhatian Myung Soo pada foto-foto yang menjadi perhatiannya sejak setengah jam lalu. Ia mendongak, menunjukkan wajah tidak besahabatnyapertanda bahwa tidak setuju dengan ide gila yang barusan didengarnya.  Ia melemparkan foto-foto tadi begitu saja dalam tungku pemanas dengan api yang menjilat-jilat diruang tengah rumahnyamembuat foto-foto itu hangus, kemudian melebur menjadi abu hanya dalam kedipan mata.
 “Ti-dak-a-kan-per-nah!” ucapnya penuh penekanan dan beranjak menjauh dari tungku didepannya.
“Jika kau benar-benar mencintainya, aku yakin kau akan membiarkannya bebas,”
“Maaf saja, itu bukan caraku! Aku akan menjaganya dengan caraku sendiri dan tetap mencintainya! Kau tidak perlu repot dengan masalah pribadiku, kau hanya managerku, Hyung!” Myung Soo  menahan gigi-giginya yang berkeratak karena emosi.
“Tapi kau harus ingat, gadis yang kau cintai itu adalah sepupuku! Dan aku tidak ingin gadis kecilku menderita terlalu banyak karena perasaan cintamu yang terlihat konyol itu!” sembur Hyun Soo, manager Kim Myung Soo yang sejak tadi berusaha menahan emosinya ketitik terendah agar tidak meninju wajah artisnya itu. Bagaimanapun juga wajah adalah aset terpenting bagi seorang artis, tidak boleh ada luka sedikit pun.
“Kau hanya perlu mengurus pekerjaanku saja, Lee Hyun Soo-ssi. Tak perlu repot mencampuri masalah pribadiku. Bersikaplah profesional selayaknya posisimu!”
Myung Soo membanting pintu kamarnya yang terletak dilantai dua rumahnya dengan keras, beberapa saat kemudian terdengar suara gaduh dari dalam sana.
Cinta tak harus memiliki? Mengapa terdengar mengenaskan sekali? Tentu saja jika kau mencintai seseorang kau harus memilikinya, dan merajut kebahagian bersama. Kabahagiaan, eh? Bahkan untuk saat ini pun, kata bahagia terdengar klise untuk Myung Soo.
***
“Yeon Hwa-ya, kau baik-baik saja? Tidurmu nyeyak? Pagimu menyenangkan?” serentetan pertanyaan yang datang dari kakak laki-lakinya, Jong Hyun membuat Yeon Hwa berhenti dari kegiatannya mengoleskan putih telur diatas adonan kue keringnya yang sudah dicetak siang itu.
Sepeninggalan kedua orang tuanya, Yeon Hwa memutuskan untuk ikut terjun langsung dalam bisnis keluarganya. Karena Yeon Hwa buta soal perusahaan, maka ia memutuskan untuk mengawasi kinerja para pegawainya di salah satu toko roti milik keluarganya secara langsung. Sesekali ia akan turut serta membuat kue-kue kering, membantu menghias kue saat ia luang.
Eo, Oppa? Kapan Kau datang?”
“Ck. Kau belum menjawab pertanyaanku, Yeon-ie!” gerutu Jong Hyun sambil mengambil alih kuas yang dipegang Yeon Hwa untuk mengoles putih telur tadi.
“Untuk apa menanyakan sesuatu yang sudah kau ketahui jawabannya, Oppa? Kau buang-buang waktu saja!” omel Yeon Hwa, memilih menghindari pertanyaan kakak laki-lakinya itu, keluarga satu-satunya yang ia punya.
“Bocah ini! Siapa yang mengajarimu untuk bersikap seperti itu, huh?”
“Gadis kecil, jangan mulai berulah, eoh? Aku memperingatkanmu, ya!” lanjut Jong Hyun melancarkan ancamannya.
Yeon Hwa seakan menulikan pendengarannya dan malah asik memasukkan kue-kuenya kedalam oven sementara ia mengeluarkan yang sudah matang. Ia hanya perlu menyusunnya kedalam toples-toples cantik dan selesai.
“Sudahlah, Oppa! Pergi saja jika kau hanya membuat keributan disini,” usir Yeon Hwa jengkel mendapati kakaknya belakangan ini bersikap kekanakan padanya.
“Seenaknya saja mengusirku. Aku kesini bersama teman-temanku. Kami mau menyicipi menu baru,” sungut Jong Hyun mencoba bertahan di toko roti milik keluarga itu.
“Aish~ kenapa kau bisa mempunyai teman se-abstrak mereka, Oppa? Kalian jalan-jalan bersama, main game bersama dan ke toko roti bersama? Kenapa aku merasa kalian lebih merepotkan dari pada segerombolan gadis-gadis SMA yang datang kesini?” cerocos Yeon Hwa panjang lebar yang membuat Jong Hyun tersenyum penuh arti.
“Hah, akhirnya kau mau berbicara sebanyak ini. Aku sayang padamu,” ucap Jong Hyun sambil menarik gadis kecilnya kedalaman pelukan hangatnya.
Yeon Hwa baru menyadari sesuatu. Belakangan ia menjadi pendiam dan tak banyak bicara. Yah, sejak hari itu. Hari dimana dirinya dipergoki oleh segerombolan gadis yang mengatasnamakan diri mereka sebagai Elementpenggemar Kim Myung Sootengah berjalan bergandengan bersama Myung Soo setelah mereka selesai berbelanja keperluan dapur untuk toko rotinya, Panda-Berrish. Sejak saat itu, hidup seorang Lee Yeon Hwa tidak pernah sama lagi. Tidak ada ketenangan. Setiap hari ia mendapatkan teror dan ancaman. Ia sampai harus mengungsi ke apartement karena banyak penggemar Myung Soo yang menungguinya di luar rumah.
***
Us, trust, a couple things I can't spell without you.

“Bisakah...”
“Apa?” Myung Soo mengernyit bingung mendapati wajah gelisah gadisnya.
“Kita putus saja,” lanjut Yeon Hwa lirih, nyaris tak terdengar. Gadis itu menunduk dalam, tidak berani menatap Myung Soo.
Tubuh Myung soo menegang demi untuk mendengar perkataan dari gadis yang selama lima tahun terakhir ini telah mengisi hatinya. Penuh, sesak, tanpa celah sedikitpun. Hingga membuatnya tak dapat berpaling kemana pun.
“Kenapa tiba-tiba begini?” suara Myung Soo tercekat, terdengar serak.
“Aku merasa bersalah dengan para penggemarmu. Aku egois, aku...”
“Kenapa tiba-tiba kau berpikir egois? Kita sudah memulai ini sejak lama, bahkan sebelum mereka ada!” Myung Soo memotong ucapan gadisnya, tidak ingin mendengar alasan yang terlalu dibuat-buat.
“Mereka penggemarmu, Myung-ie. Yang membuatmu bisa berada di puncak setinggi ini,”
“Aku tidak peduli, yang aku tahu aku mencintaimu dan tidak mau berpisah darimu hanya karena alasan konyol seperti ini!”
“Ku mohon, fikirkan karirmu. Masa depanmu. Penggemarmu!” Yeon Hwa terisak dalam usahanya memberikan pengertian kepada Myung Soo.
“Massa bodoh dengan semua itu! Kau masa depanku. Aku akan bekerja di jalan yang lain, bukan di jalan sekejam ini yang berpotensi memisahkan kita,”
Myung Soo meremas tangan Yeon Hwa hangat. Mencoba meyakinkan gadisnya bahwa berpisah bukanlah sebuah keputusan yang tepat. Bagaimana pun juga mereka sudah melewati banyak hal bersama-sama dalam waktu yang tak bisa dibilang singkat.
“Aku tidak ingin kau gegabah Myung-ie. Berpisahlah denganku, hanya sejenak. Kita bisa mencobanya, kan?”
“Aku tidak mau. Aku tidak akan baik-baik saja tanpa adanya kau disampingku! Aku tidak mau!”
Myung Soo kembali berteriak. Ia kalap. Ia tak tahu lagi bagaimana harus menjelaskan pada gadisnya bahwa ia tak ingin berpisah dengan gadisnya barang sedetik.
“Mengertilah, Myung Soo-ya...”
Pria itu mendongak cepat. Tidak mempercayai pendengarannya sendiri. Bahkan panggilan yang gadis itu berikan terasa asing baginya.
“Aku akan baik-baik saja. Kita akan baik-baik saja,”
Yeon Hwa terlihat menguatkan hatinya sendiri. Menarik napas lama dan panjang, berharap dapat menghalau sesak yang sejak tadi berjejal dalam hatinya.
“Walaupun kenyataannya kita tidak dapat bersama-sama seperti dulu,” lanjutnya lalu beranjak pergi. Myung Soo merasa udara disekitarnya lenyap.
Udaranya telah lenyap. Udaranya pergi. Jantungnya pasti akan berdebar lebih cepat kali ini. Bukan karena perasaan bahagia yang berlebihan seperti ketika ia merasa jatuh cinta untuk pertama kalinya pada gadis yang baru saja meninggalkannya itu. Tapi berdebar karena meronta meminta pasokan udara yang semakin berkurang.
Wajah pria bermata elang itu mengeras. Tak terbaca. Banyak hal yang berkeliaran dan berkecamuk dalam dirinya. Matanya bergerak mengikuti punggung ramping kekasihnya yang semakin terlihat mengecil dan akhirnya hilang dari jangkauan.
Pria itu menunduk. Melihat pesanan dimeja yang bahkan belum tersentuh sama sekali. Kopi hitam kental tanpa gula. Yah, gadisnya lah yang memesankannya tadi sesaat setelah ia tiba di kafe ini. Kafe dengan aruma telur, mentega, tepung dan kopi yang berbaur menjadi satu. Micky-Lite.
“Tapi aku tidak akan baik-baik saja. Kita tidak akan baik-baik saja. Kita? Aku bahkan tidak dapat mendefinisikan artinya jika tidak ada kau disisiku!”
Myung Soo menggeram dalam hati. Mencengkeram pegangan gelas kopinya dengan kekuatan berlebihan. Tangannya bergetar. Hatinya bergetar. Gadisnya telah pergi.
***
Give me a time and place, I'll rendezvous it.

Kau gadis bodoh yang berpikir dengan cara berpisah dapat menyelesaikan masalah ini. Harusnya kau memberikan lebih banyak waktu dan kesempatan untukku berada disampingmu sehingga aku dapat menjagamu. Memastikan kau akan baik-baik saja, disisku.


Lee Hyun Soo terlihat sibuk berbicara di telepon dengan seseorang. Wajahnya kadang terlihat mengeras, seprti akan meledak dan sejenak kemudian ia menunduk. Myung Soo memandang aneh ke arah manager-nya itu. Gemas melihat emosi yang ditunjukkan pria yang sedang duduk diseberangnya itu. Myung Soo menunggu sampai Hyun Soo menyelesaikan teleponnya dulu. Ia tidak berniat menanyakan tujuan mereka selanjutnya setelah selesai melakukan pemotretan untuk majalah fashion yang akan terbit bulan depan ini.
“Sudah kuduga dari awal. Kucing itu pasti akan membawa masalah,” gumam Hyun Soo setelah sambungannya terputus. Wajahnya terlihat lelah.
“Myung Soo-ya,” suara Lee Hyun Soo terdengar serak.
“Ku rasa untuk jadwalmu selanjutnya kau harus pergi sendiri. Maaf, mendadak aku ada urusan penting. Nanti aku akan menyusulmu setelah semuanya selesai, oke?”
Pria itu terlihat tergesa dan pergi begitu saja tanpa mengindahkan jawaban Myung Soo. Ia tengah mati-matian menjaga ekspresinya agar telihat normal. Bagaimanapun juga Myung Soo tidak boleh mengetahui apa yang tengah terjadi.
Myung Soo mengendikan bahunya tak peduli. Tidak ada manager berarti merdeka baginya. Ia bisa pergi sebentar untuk menengok gadisnya. Hanya sebentar. Melihat saja, walaupun harus dari kejauhan. Hanya memastika gadis itu sedang dalam keadaan baik-baik saja, dan ia akan pergi setelah itu. Secara diam-diam.
***
Myung Soo buru-buru menghentikan taksi yang tengah melintas didepannya. Ia sudah lengkap dengan segala penyamaran yang melekat ditubuhnya. Masker, kacamata hitam, topi hitam. Pas. Terlihat sempurna seperti biasanya.
 Langit terlihat mendung ketika ia keluar dari studio foto. Saat ia telah berhasil duduk dengan nyaman didalam taksi, tiba-tiba saja hujan turun. Ah, benar-benar moment yang tepat.
Sementara taksi mulai melaju membelah hujan, Myung Soo menikmati pemandangan disekitarnya. Ia tersenyum miring, tidak sabar untuk segera melihat wajah gadisnya. Setelah skandalnya mencuat kepermukaan pihak agensi-nya memperketat jadwal Myung Soo hingga ia tak memiliki waktu luang untuk melihat keadaan gadisnya. Orang-orang yang sudah lama bekerjasama dengannya tahu bagaimana sifat Myung Soo. Ia pasti tidak akan menyerah begitu saja walaupun gadisnya sudah memintanya untuk berpisah.
Myung Soo buru-buru melompat keluar dari taksi begitu taksi berhenti. Tiba-tiba saja jantungnya berdetak lebih cepat. Perasaannya menjadi gelisah dan tidak menentu. Ini buruk. Ini pertanda tidak baik. Mungkin saja penyamarannya kali ini akan dikenali oleh seseorang. Biasanya ia selalu merasa seperti ini saat penyamaran yang ia lakukan gagal. Pria itu terlalu tampan untuk sekedar dilewatkan. Siapapun yang pernah melihatnya pasti akan langsung mengenali siapa dia hanya dengan melihat kelebatnya saja. Dia terlalu tampan dan bersinar dalam keadaan seperti apapun. Bahkan saat dia bangun tidur. Itu yang dikatakan oleh salah satu penggemarnya dalam jejaring sosial.
Myung Soo membenarkan letak topi serta kacamatanya. Menghembuskan napasnya keras-keras kemudian melangkah kakinya lebar-lebar, nyaris seperti berlari. Hanya masuk ke gang kecil ini, dan berbelok di pertigaan  ujung gang. Bangunan ketiga sebelah kiri jalan. Disanalah tempat gadisnya berada. Panda-Berrish.
Myung Soo telah tiba disana. Ditempat persembunyiannya. Tempat biasanya ia dapat melihat gadisnya dengan leluasa tanpa sepengetahuan orang lain termasuk gadis itu sendiri. Jantungnya kali ini benra-benar berdebar kencang. Lebih kencang daripada ketika ia keluar dari taksi di ujung gang tadi.  Dan ini terasa benar-benar sesak dan menyakitkan.
Ia merasa ini bagaikan mimpi. Panda-Berrish. Tempat yang biasanya terlihat rapi itu kini terlihat hancur dan berantakan. Beberapa dinding kaca serta etalase toko terlihat pecah. Ada garis polisi yang melintas di sekitar toko itu. ada apa ini? Apa yang sebenarnya tengah terjadi? Apakah ada yang merusak tokoh roti itu? Tetapi siapa? Ini terlihat sangat konyol dan kekanakan.
Lalu dimana Yeon Hwa sekarang? Bagaimana keadaannya? Apakah dia baik-baik saja? Apa dia terluka?
Begitu banyak pertanyaan yang menjejali otak seorang Kim Myung Soo. Ia terlihat linglung. Ia berjalan keluar dari tempat persembunyiannya, merogoh saku mantelnya untuk mencari ponselnya. Ia harus menghubungi seseorang. Untuk memastikan sesuatu.
Pria itu kembali mendesah putus asa. Ia frustasi. Bagaimana ia bisa lupa kalau ponselnya ia titipkan pada Lee Hyun Soo tadi sebelum ia melakukan pemotretan? Ah, kadang ia begini ceroboh hingga melupakan benda yang saat ini terasa begitu penting baginya.
Myung Soo melihat ada beberapa orang yang tengah berkerumun melihat ke arah toko itu. Ia bergegas mendekati mereka demi untuk mendapatkan penjelasan.
“Permisi, boleh saya tahu apa yang terjadi disini?” tanyanya sopan pada seorang pria yang ia temui.
“Baru saja terjadi kecelakaan. Seorang pria mabuk mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia tidak dapat mengendalikan mobilnya dan menabrak toko roti itu,” ceritanya.
“Apakah semuanya baik-baik saja?” tanya Myung Soo lagi.
“Seorang gadis yang tengah bermain bersama seekor kucing persia dihalaman depan sana tertabrak. Ia berusaha menyelamatkan kucing itu,” jawab pria itu lagi.
“Seorang gadis?” tanya Myung Soo lagi. Sekedar memastikan bahwa gadis itu bukanlah gadisnya.
Eum. Ku dengar gadis itu adalah gadis pemilik toko roti,”
***

You could be my destiny's child on a scene, girl.

Dunia Kim Myung Soo menggelap seketika. Belum ada sebulan ia berpisah dengan Yeon Hwa dan sekarang ia mendapati gadis itu kecelakaan. Dan alasannya karena menolong kucing? Gadis bodoh! Ceroboh! Mengapa begitu percaya diri meminta berpisah jika akhirnya seperti ini?
Myung Soo masih setia duduk disisi ranjang Yeon Hwa. Gadis itu belum sadar paska operasinya tiga hari yang lalu. Ia mengalami patah tulang yang cukup serius dan mengeluarkan darah cukup banyak.
Hyun Soo terlihat sangat shock ketika melihat Myung Soo menyusulnya ke rumah sakit dengan keadaan kacau. Pria itu berantakan dan menangis keras. Memaki Hyun Soo yang membiarkannya terlihat seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. Ia yakin jika saat itu tidak berencana melihat keadaan gadisnya maka dapat dipastikan ia tidak akan tahu bagaimana keadaan kekasihnya sampai sekarang.
Myung Soo meletakkan kepalanya disamping tangan Yeon Hwa. Mengusapnya pelan dan penuh sayang, pikirannya melesat jauh. Melayang ke massa awal pertemuan mereka...

“Hei, kau yang disana!”
Suara seorang gadis dengan seragam High School memecah konsentrasi Myung Soo yang tengah membidikkan kemeranya ke arah kue-kue yang terpajang apik di etalase toko.
Myung Soo menoleh dan menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuknya. Terlihat seperti orang bodoh.
“Iya. Kau. Siapa lagi, hah?” gadis itu terlihat berkacak pinggang.
“Kenapa? Kau ingin ku foto juga?” tanya Myung Soo sinis.
“Kau tukang foto keliling, eh?” jawab gadis itu tak kalah sinis.
Myung Soo mengendikkan bahunya tak peduli dan kembali fokus pada kamera ditangannya. Gadis berseragam High School itu geram karena merasa terabaikan begitu saja.
“Yak! Siapa yang menyuruhmu mengambil gambar kue-kue di tokoku, hah?!” gadis itu membentak tak sabaran dan menyeret Myung Soo menjauh dari sana.
Myung Soo terlihat mengedarkan pandanganya, beberapa saat kemudian ia menatap gadis yang tengah mencengkeram pergelangan tangannya. Menatapnya dalam, tajam. Gadis itu membalas tatapan itu dengan angkuh, seakan mengatakan aku pemilik toko itu!
“Sepanjang penglihatanku, tidak ada larangan mengambil gambar di sini, nona...” Myung Soo menyipitkan matanya untuk membaca name-tag gadis itu.
“Lee Yeon Hwa.” Lanjutnya dan tatapannya kini beralih kepergelangan tangannya yang masih dalam kungkungan tangan gadis itu.
“Kau bisa lepaskan tanganku, kan? Atau kau ingin aku mengenggam balik tanganmu?” ucap Myung Soo sedikit mengancam.
Seperti menyadari sesuatu, Yeon Hwa buru-buru melepas cengkeramannya dan mngibaskan tangannya disamping rok yang ia pakai. Hal itu membuat Myung Soo terkekeh.
“Kau tidak perlu membersihkan tanganmu seperti itu hanya karena mengenggam tanganku. Percuma saja nona, karena setelah ini akan kupastikan kau mengenggam tanganku selama sisa hidupmu,” ucap Myung Soo pelan, tepat ditelinga Yeon Hwa.
Gadis itu menegang. Entah apakah itu baik atau tidak. Entah apakah ini sesuatu yang menyenangkan atau malah sebuah ancaman. Yang pasti sekarang jantung gadis itu berdetak terlalu cepat. Hingga ia berani bertaruh jika pria itu tidak segera pergi dari hadapannya, ia pasti akan terkena serangan jantung atau lebih parahnya lagi,  gagal jantung! Oh, tidak! Ia masih terlalu muda untuk menanggung penyakit-penyakit semcam itu.
***

Ask me 'what's my best side?', I stand back and point at you
You the one that I argue with, feel like I need a new girl to be bothered with
But, the grass ain't always greener on the other side, it's green where you water it

“Kau ingat pertemuan pertama kita kan? Wajahmu sangat Menggemaskan. Aku yakin, saat itu pasti ada sesuatu yang berdebar dalam dirimu, seperti ini kan?” Myung Soo menuntun tangan Yeon Hwa pelan kearah dada sebelah kirinya.
“kau merasakannya, kan? Ia akan selalu seperti ini selama kau berada disisiku. Apa lagi saat kau membuka mata lagi nanti. Aku yakin ini akan berdetak lebih kencang lagi. Jadi, cepatlah bangun dan buat jantung kita berlomba-lomba berdetak  hanya karena saling melihat, setuju?”
Myung Soo tersenyum lagi. Mengusap pipi gadisnya yang perlahan menjalar kerah perban yang menempel disepanjang lingkaran dahi gadis itu. Mengelusnya lagi. Ada beberapa lecet diwajah cantiknya.

“Yak, Kim Myung Soo! Mana traktiran untukku? Selamat atas debutmu, kau terlihat tampan sekali di TV tadi,” Yeon Hwa memeluk tubuh kekasihnya itu penuh sayang. Setidaknya mereka sudah jarang bertemu karena kesibukan Myung Soo sebagai artis baru.
“Aku merindukanmu, sungguh!”ucap Myung Soo sambil mengeratkan pelukannya. Rasanya sudah lama ia tak melakukan ini dengan Yeon Hwa.
“Aku juga,” Yeon Hwa terlihat murung.
“Kenapa sedih?”
“Tidak. Hanya perasaanmu saja,” elak Yeon Hwa.
“Dan sayangnya, perasaanku tak pernah salah jika itu tentang kau, Yeon-ie” ujar Myung Soo sambil mengangkat dagu kekasihnya itu, mencoba untuk melihat wajah gadisnya yang sangat ia rindukan.
“Kau selalu benar, Myung-ie. Uri Myung-ie,” seloroh Yeon Hwa sambil mencubit hidung kekasihnya gemas.
“Mau menceritakannya padaku?”
“Eum, aku tidak mau kau tersinggung,” kilah Yeon Hwa lagi.
“Aku tidak akan tersinggung, ceritakan saja!” bujuk Myung Soo lagi. Ia tahu gadisnya tengah memikirkan sesuatu.
“Aku mau bertanya sesuatu.” Ucap Yeon Hwa terdengar ragu.
“Aku akan menjawab,”
“Di sudut mana aku terlihat paling cantik?” Yeon Hwa buru-buru menutup wajahnya setelah selesai bertanya.
“Yak! Kenapa ditutup? Bagaimana aku bisa melihatnya?” kesal Myung Soo sambil menarik kedua tangan Yeon Hwa yang tengah menutupi wajahnya.
Myung Soo kemudian menuntun Yeon Hwa untuk berdiri, lalu ia pun berjalan mengitari tubuh Yeon Hwa memberikan penilaian.
“Kau terlihat sangat cantik dari sudut mana pun,” jawab Myung Soo pura-pura frustasi.
“Jawab dengan jujur Kim Myung Soo-ssi!” geram Yeon Hwa  jengkel.
“Aku serius Lee Yeon Hwa-sii!” balas Myung Soo tak kalah sengit.
“Aish~ kau selalu seperti itu,” Yeon Hwa merajuk.
“Jadi aku harus bagaimana? Mengatakan kau adalah gadis terjelek se-antero dunia? Itu kebohongan terbesar, Yeon-ie!” Myung Soo menarik Yeon Hwa agar duduk kembali disampingnya.
“Apa sebenarnya yang tengah dipikirkan oleh otak kecil gadisku ini, hmm?” Myung Soo kali ini bertanya dengan lembut.
“Aku merasa tak pantas bersanding denganmu. Masih banyak gadis yang lebih cantik dan lebih pantas untukmu...” Yeon Hwa menunduk.
“Kita sudah membahas ini berkali-kali, sayang. Jangan berharap kau mendapatkan sebuah akhir yang berbeda. Jawabanku akan tetap sama. Hanya kau yang paling cantik. Hanya kau yang paling pantas bersanding denganku, bukan yang lain. Karena semua pilihanku dikendalikan oleh hatiku, hatiku dikendalikan olehmu. Jadi aku harus bagaimana?”
“Aku sudah menghafal jawaban itu diluar kepala, Myung-ie. Kau begitu tidak kreatif-nya hingga mengucapkan kata yang sama berulang-ulang!” cibir Yeon hwa sambil membolak-balik majalah fashion yang sebagian besar halamannya terisi oleh wajah tampan kekasihnya, Kim Myung Soo.
“Kau juga tidak kreatif menanyakan hal yang sama berulang-ulang. Apa kau sedang menjebakku agar memujimu terus setiap kali kau bertanya seperti itu?” selidik Myung Soo curiga.
“Apa-apaan itu? Kata siapa?” elak Yeon Hwa gelagapan dengan wajah memerah. Seketika Myung Soo tertawa keras melihat reaksi berlebihan kekasihnya.
“Tapi, Myung-ie... apa kau tidak pernah mendengar istilah ‘rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau,’ eh?” pancing Yeon Hwa lagi, Myung Soo mendecak keras.
“Tidak selamya rumput tetangga lebih hijau. Ia akan terlihat lebih hijau hanya jika kau menyiramnya, bodoh!”tukas Myung Soo tidak sabaran.
“Jangan tidur lagi saat jam pelajaran biologi berlangsung, sayang!” goda Myung Soo lagi yang membuat gadis itu menggeram, murka.

***

 “Kau sudah terlalu lama absen, Myung Soo-ya. Kau harus segera kembali ke kehidupan artis-mu jika tidak ingin berurusan dengan pengadilan karena tidak mematuhi kontrak kerja yang telah kau sepakati,” nasihat Hyun Soo, manager-nya.
Ini sudah seminggu semenjak Myung Soo berkeras untuk menjaga Yeon Hwa sampai gadis itu sadar. Bahkan Jong Hyun yang notabene kakak Yeon Hwa pun tidak bisa berbuat apa-apa saat Myung Soo berkeras tidak mau pulang.
“Sudah ku bilang, Hyung. Aku akan pergi setelah memastikan ia sadar. Aku janji!” keras Myung Soo.
“Ada kalanya kau harus bersikap dewasa, Myung Soo-ya! Pikirkan karirmu, pikirkan masa depanmu,” kali ini Jong Hyun ambil bagian.
Myung Soo menoleh cepat kearah Jong Hyun. Kata-katanya sama persis seperti Yeon Hwa. Ia semakin merindukan gadisnya. Ia janji, setelah gadis itu membuka matanya, ia akan pergi.
Tiba-tiba saja ia merasa sesak. Matanya terasa memanas. Satu pengertian baru merasuki otaknya. Ia mengalami sakit rindu berkepanjangan tanpa ujung yang jelas. Ia bisa melihat Yeon Hwa tepat didepan matanya, berada disisinya. Tapi semua itu bahkan terasa tak berarti saat gadis itu tak dapat membuka matanya dan berdebat dengannya seperti yang biasa mereka lakukan. Semuanya sia-sia. Rindu tak berujung itu semakin menyiksanya. Membuat tenggorokkannya tercekat dan matanya memanas.
Ia sadar, rindu bukanlah masalah jarak. Ia merindukan Yeon Hwa bukan karena tidak bisa meliha sosoknya memenuhi indra penglihatannya. Tapi lebih karena ia tidak bisa merasakan keberdaan gadisnya, eksistensi gadisnya. Yah, sekarang ia tahu apa arti rindu yang sebenarnya. Hanya melihat gadis itu hidup, membuka mata, tertawa, bernapas dengan benar maka hidupnya akan terasa baik-baik saja.
“Pulanglah, kerjakan dulu apa yang harus kau kerjakan. Jika sudah selesai, kau boleh datang kesini lagi,” ujar Jong Hyun lagi setelah melihat Myung Soo terdiam terlalu lama.
Myung Soo akhirnya mengangguk pasrah. Menatap kekasihnya itu cukup lama dan akhirnya berbalik menuju pintu keluar. Ia tidak menoleh kebelakang lagi, atau semua akan terasa semakin berat.
***

As long as you love me
We could be starving, we could be homeless, we could be broke.

Myung Soo kembali pada rutinitasnya lagi. Melakukan syuting, pemotretan, wawancara dengan majalah. Yah, semua kembali normal, kecuali hatinya. Hatinya takkan pernah normal sebelum gadisnya membuka mata.
Hari ini Myung Soo tengah menghadiri sebuah acara talk show yang membahas tentang drama terbaru yang tengah ia bintangi. Drama tersebut mendapat banyak perhatian masyarakat terutama dari penggemar Myung Soo.
Drama yang menceritakan tentang terkuaknya skandal hubungan asmara seorang artis wanita yang tengah naik daun dengan seorang pria dari kalangan biasa. Setelah skandal merebak sang artis wanita itu memutuskan kekasihnya begitu saja, mencampakannya begitu saja. Menganggap hubungan mereka tidak pernah ada, tanpa mempedulikan hatinya sendiri. Sang pria yang sakit hati lalu pergi ke luar negeri. Belajar, menimba ilmu, mencari peluang bisnis disana dan kembali lagi kenegaranya dengan status yang sudah berubah jauh. Menjadi pengusaha muda yang sukses, dan berhati dingin. Konflik dimulai saat sang pria dipertemukan lagi dengan sang artis wanita.
“Awal dari cerita dalam drama ini hampir mirip dengan kisah Myung Soo-ssi dengan kasus yang terbalik tentunya. Apakah anda telah melakukan hal yang sama pada mantan kekasih anda?” tanya seorang penonton ketika dibuka sesi tanya jawab.
“Sebagai pria sejati, tentu saja aku tidak melakukannya. Aku bahkan berkata padanya, aku siap hidup sederhana, bahkan jika harus kelaparan dan menjadi tunawisma pun aku mau. Tapi dia gadis yang baik. Dia memikirkan karirku, dia memikirkan masa depanku, dan juga penggemarku. Jadi dia memintaku untuk meninggalkannya,” jawab Myung Soo jujur.
“Ah, kau berkata begitu manis diawal, tapi akhirnya kau juga meninggalkannya!” Komentar salah satu MC membuat semua yang hadir disana tertawa tanpa terkecuali.
“Sebelum acara ditutup, bolehkah aku menyampaikan sesuatu?” tanya Myung Soo tiba-tiba membuat semua perhatian tertuju padanya. Ini tidak ada dalam script! Wajahnya benar-benar terlihat memohon.
“Eum, baiklah. Silahkan, Myung Soo-ssi,
“Saat ini sahabatku tengah sakit. Dia mengalami kecelakaan hampir sebulan yang lalu. Ia sudah menjalani operasi tapi kemudian mengalami koma dan belum sadar sampai detik ini. Aku memohon kepada anda semua untuk mendoakannya agar cepat kembali ke sisi kami lagi, bersama orang-orang yang mencintainya dan menyanyanginya. Aku sangat memohon doa anda semua untuk kesembuhan sahabat saya, terimakasih.” Ucap Myung Soo panjang lebar.
Hyun Soo tidak menyangka jika Myung Soo akan senekat ini, meminta doa untuk Yeon Hwa di depan seluruh masyarakat Korea yang tengah menyaksikan acara itu. jika mereka tahu siapa yang dimintakan doa olehnya, maka tamatlah riwayatnya.
“Ah, kami turut berduka mendengar berita ini, Myung Soo-ssi. Semoga sahabatmu segera diberikan kesembuhan dan dapat berkumpul lagi bersama keluarganya,” Ucap sang MC yang diamini oleh semua yang ada disana.
***
“Harusnya kau melihat ini, Yeon Hwa-ya, cepatlah bangun. Aku tidak mau hidup didunia ini sendirian. Kau adikku satu-satunya, sayang. Kau harus bangun.” Ucap Jong Hyun penuh sayang.
Jong Hyun sudah merasakan banyak kehilangan belakangan ini. Ia tidak mau merasakannya lagi. Ayah, Ibu, peliharaan. Semuanya sudah cukup. Dia benar-benar tidak ingin tinggal sendirian di dunia ini tanpa keluarga, orang-orang yang  memiliki ikatan darah dengannya.
“Yeon Hwa-ya, Kau harus segera sadar, atau kau ingin mendengar berita tentang Kim Myung Soo yang berpacaran dengan pemeran utama wanita dalam drama terbarunya?” bisik Jong Hyun di telinga kiri Yeon Hwa.
Mungkin ini terdengar konyol. Mungkin ini terdengar gila, tapi hanya ini lah satu-satunya cara yang ia punya untuk menarik secara paksa kesadaran adiknya. Dia sudah terlalu lama tidur. Sebulan? Oh, ayolah! Ini tidak lucu! Lee Yeon Hwa harus segera dibangunkan dengan cara paling kejam sekalipun.
Hyung! Apa yang kau bisikkan pada Yeon Hwa? Bagaimana kalau dia mendengarnya?” cerocos Myung Soo tiba-tiba yang entah sejak kapan masuk kedalam kamar rawat Yeon Hwa.
“Aku hanya menstimulasinya agar cepat sadar. Itu yang dikatakan dokter!” ucap Jong Hyun membela diri.
“Tapi bukan beigtu caranya, Hyung!” ujar Myung Soo frustasi. Entah mengapa Jong Hyun menjadi lebih kekanakan belakangan ini.
“Sebaiknya kau pulang, Hyung! Kurasa udara rumah sakit membuat otakmu sedikit bermasalah,” celetuk Myung Soo tanpa sadar.
“Kau dan dia sama-sama gila dan kurang ajar! Mau jadi apa anak kalian kelak?” sembur Jong Hyun murka.
Eum, anak? Entahlah Hyung, kami belum mendiskusikan cita-cita anak kami,” jawab Myung Soo cuek sambil melirik kea arah Yeon Hwa.
“Lama-lama disini bisa membuatku gila. Aku keluar dulu, ya?” pamit Jong Hyun pada akhirnya.
***
“Hei, nona Lee! Betah sekali kau tidur. Kau tidak takut kulitmu keriput karena terlalu lama tidur sampai lupa tidak melakukan perawatan, eoh?” Kim Myung Soo membelai rambut panjang Yeon Hwa yang terlihat lebih rapi.
“Aku harap kau akan segera bangun, aku tidak mau melewatkan hari ini hanya dengan bercerita padamu. Kau juga harus menaggapi ceritaku, dan gantian bercerita. Apa kau tidak bosen mendengarkanku bercerita setiap hari seperti ini, huh?” air mata Myung Soo meleleh begitu saja.
Ini sudah sangat keterlaluan. Sudah hampir enam minggu Yeon Hwa koma dan tidak ada tanda-tanda akan bangun. Kondisinya tetap sama, tanpa perubahan yang berarti. Itu yang Myung Soo ketahui berdasarkan laporan Hyun Soo seminggu yang lalu.
“Aku tidak akan pernah bosan, Myung-ie,” lirih Yeon Hwa suaranya terdengar serak seperti orang bangun tidur.
“Kau...” Myung Soo mendesis. Ia tidak percaya akhirnya Yeon Hwa membuka matanya.
“Selamat ulang tahun, sayang,” ucap Yeon Hwa lagi yang membuat Myung Soo bertambah kaget.
“Kau tahu ini tanggal 13 Maret? Bagaimana bisa?”
Baiklah, sepertinya Myung Soo mulai curiga. Entah Myung Soo yang terlalu pintar atau Yeon Hwa yang terlalu bodoh dan ceroboh. Sepertinya pilihan kedua lebih masuk akal. Yeon Hwa bodoh dan ceroboh. Tapi jangan salahkan dia. Setiap gadis pasti ingin menjadi orang pertama yang mengucapkan ini kepada kekasihnya.
“SELAMAT ULANG TAHUN KIM MYUNG SOO!!” pekik dua Lee bersaudara, Lee Jong Hyun dan Lee Hyun Soo. Sepertinya mereka lupa jika mereka masih berada di rumah sakit. Benar-benar dua saudara abstrak yang senang mencari masalah!
Hyung, kalain? Jangan bilang ini rencana kalian?” tuduh Myung Soo dengan mata menyipit.
“Jangan membuat matamu tenggelam dan tinggal segaris dengan tatapan seperti itu, Myung-ie,” sahut Yeon Hwa yang di setujui oleh dua kakaknya.
“Jadi, Hyung. Kapan sebenarnya gadis tengik ini sadar?” tanya Myung Soo tak sabaran.
“Kapan ya? Sehari yang lalu? Dua hari?” tanya Jong Hyun pura-pura lupa.
“Ah, kurasa empat hari yang lalu,” timpal Hyun Soo.
“Seminggu yang lalu, Oppa! Kenapa kalian bisa melupakannya begitu mudah?” sungut Yeon Hwa.
“Ah, kami sudah terlalu tua untuk mengingat banyak hal, sayang,” sanggah Jong Hyun.
“Yak! Kalian tega padaku, kenapa tidak memberitahukannya padaku? Dan kau juga Lee Hyun Soo, kenapa kau berbohong padaku?” pekik Myung Soo kalap.
Ia marah, merasa dibohongi begitu saja oleh tiga orang idiot dihadapannya ini. Ia benar-benar merasa stress dan frustasi hanya karena memikirkan masalah ini.
“Jangan marah, myung-ie. Uri Myung-ie,” lirih Yeon Hwa.
“Aku hanya ingin memberikan kejutan saat ulang tahunmu, tidak ada maksud lain. Maaf jika membuatmu khawatir.” Yeon Hwa menunduk dalam, merasa bersalah pada Myung Soo.
“Sepertinya kita harus keluar dan menghabiskan kue ini berdua saja, Hyun-ie,” ucap Jong Hyun dan menyeret sepupunya, Hyun Soo keluar.
“Jadi kenapa tidak mau memberitahuku kau sudah sadar?” tanya Myung Soo lembut.
“Aku hanya tidak mau melihatmu saat pertama kali sadar,” jawab Yeon Hwa pendek.
“Kenapa?” tuntut Myung Soo lagi.
“Aku pasti akan terlihat jelek saat itu, dan aku tidak siap untuk itu.” terang Yeon Hwa malu.
“Astaga. Kau benar-benar kekanakan, nona Lee!” ucap Myung Soo dan menarik Yeon Hwa kedalam pelukannya.
“Hei, Kim Myung Soo! Kau tidak mau mencoba kue ulang tahunmu?” tanya Jong Hyun sambil menjulurkan kepalanya dari luar. Ia buru-buru menghilang ketika mendapat tatapan mematikan dari adiknya.
“Huh! Merusak suasana saja,” gerutu Yeon Hwa.
“Aku merindukanmu, sayang. Sangat. Kau membuatku hampir gila,” kata Myung Soo lagi, mendekap hangat tubuh kecil kekasihnya.
“Aku juga, sayang. Ternyata kau benar. Hidup tanpamu terasa begini sulit. Aku menderita  karena terlalu merindukanmu. Kau jahat, Myung-ie. Apa kau berhasil menemukan penggantiku saat kita berpisah?” berondong Yeon Hwa bertubi.
“Aku selalu disini, jika kau ingin tahu. Akan lebih baik bagiku berusaha mendapatkanmu kembali, dari pada aku memulainya dengan orang lain. Aku tidak mau,”
“Aku memang tidak boleh melakukannya, Kim Myung Soo-ssi,”
“Baiklah, terserah apa katamu saja, Lee Yeon Hwa-ssi!”

So I know, we got issues baby, true, true, true
But I'd rather work on this you than to go ahead and start with someone new

_END_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar