Selasa, 03 Desember 2013

[REPOST] COFFEE, RAIN, AND YOU.



Author: Maharditya
 FB & Twitter: Anis Stiyani / @anisstya
Title : COFFEE, RAIN, AND YOU.
Genre : Romance, Hurt.
Main Cast : - Park Hyu Ra (OC)
                      - Kyu Hyun Super Junior As Cho Kyu Hyun
                      - L Infinite As Kim Myung Soo
Disclaimer  : This Fan fiction is original story of mine. The cast belongs to themselves. So, Don’t bash me !

Seberapa keras usahamu untuk melihat telingamu dengan mata kepalamu sendiri,
pada akhirnya kau hanya bisa melihat bayangannya saja.
Pernahkah kau berpikir sebuah bayangan dapat menipu matamu?
Bukankah ia hanya sebuah bayang-bayang?
Bukanlah suatu hal yang nyata jika kau mau menyadarinya.

000ooo000
 “Myung Soo Oppa, aku pesan wafel dan capucino,” ucap salah seorang gadis didepan meja kasir yang berhasil menarik perhatian Hyu Ra. Ia telah duduk di kafe itu selama hampir dua jam. Kafe dengan aroma kopi dan vanilla yang menguar sampai kesudut-sudut ruangan yang dapat membuat pengunjung betah berlama-lama berada disana.

Pria yang dipanggil Myung Soo itu hanya mengangguk sambil tersenyum tipis, manis sekali. Melihat pria itu tersenyum membuat Hyu Ra secara reflek ikut menarik garis bibirnya sendiri, membentuk sebuah lengkungan keatas. Ia tersenyum karena melihat seorang tersenyum yang bahkan senyum itu tidak ditujukan untuknya. Aneh sekali.
Sesaat kemudian Hyu Ra melirik sekilas kearah jendela besar yang tepat berada disampingnya. Sebuah senyum cerah muncul menghiasi wajahnya. Hujan mulai reda. Bukankah saat-saat seperti ini yang paling menyenangkan? Saat-saat kemungkinan kemunculan pelangi mendekati satu. Tentu saja, setelah hujan harusnya muncul pelangi. Itu teori yang ia ketahui.
“Sepertinya tidak terlalu buruk,” komentar Hyu Ra sambil melirik sekilas pada piring dan gelas kosong yang berada pada meja dihadapannya.
Gadis itu melangkah menuju pintu keluar kafe, tak ingin menunda lebih lama lagi untuk segera pulang ke flatnya.
“Sepertinya nanti aku harus segera mencari payungku dan memastikannya tersimpan didalam tasku,” gumamnya seraya melangkah meninggalkan kafe itu.
Seperti melupakan sesuatu, gadis itu membalikkan tubuhnya yang sudah mulai menjauh dari kafe dan tersenyum manis saat membaca nama yang terpampang pada dinding kafe tersebut. MickyLite. Unik. Pikirnya, kemudian kembali melangkahkan kaki menuju halte.
00000
Untuk kedua kalinya dalam seminggu ini Hyu Ra merutuki kebodohannya sendiri. Bagaimana bisa dengan cerobohnya ia kembali meninggalkan payungnya lagi? Gadis itu kini tengah terduduk dihalte bus, menunggu hujan reda. Bahkan menunggu merupakan pekerjaan terkutuk yang bisa memancing emosinya naik hingga keubun-ubun. Gadis itu kini tengah sibuk menutupi mulut dan hidungnya. dengan sebuah saputangan berwarna soft pink khas anak gadis dengan ukiran huruf Y disalah satus udutnya dengan sentuhan liukan tangkai-tangkai bunga berwarna pink yang lebih menyala.
Gadis itu membenci hujan dan segala hal yang berhubungan dengan hujan, termasuk bau hujan. Hujan akan membuatnya merasa lemah. Seperti ada kekuatan yang entah datang dari mana yang menyeretnya untuk kembali mengingat kenangan-kenangan buruk dalam hidupnya yang berusaha ia kubur dalam-dalam. Begitu banyak kejadian pahit yang telah ia alami sampai saat ini, diusianya yang baru menginjak 21 tahun.
Sudah setengah jam Hyu Ra duduk dihalte bus itu menahan terpaan angin yang menusuk-nusuk hingga ketulang. Ujung hidungnya sudah mulai memerah menahan dingin, ditambah ia hanya memakai kemaja tipis dan celana jeans yang tidak dapat menghalau angin yang menampar tubuh kurusnya, membantu menghangatkan tubuhnya. Ia tidak berniat membawa mantel maupun sekedar jaket tadi pagi karena ia terburu-buru.
Hyu Ra terlihat memegangi perutnya yang tiba-tiba terasa lapar. Ia belum makan apapun sejak tadi pagi sampai siang ini. Jam makan siang sudah lama berlalu sepertinya, dan cacing-cacing dalam perutnya yang tak tahu waktu dan keadaan ini malah berdemo minta diisi. Ia nampak mengedarkan pandangannya kesekitar halte bus itu. Tidak ada restaurant atau sekedar kedai yang menjajakan makanan disana, hanya ada kafe itu, MickyLite. Kafe yang sama dengan yang ia kunjungi kemarin. Jaraknya cukup dekat dengan halte bus ini, sedikit tersembunyi diantara bangunan-bangunan megah yang terdapat dijalanan itu.
Ia nampak berpikir untuk menerobos hujan dan memenuhi ajakan cacing-cacingnya untuk menyejahterakan tubuhnya sendiri atau menunggu sampai hujan agak reda dan ia dapat pulang keflatnya yang hangat dan memasak sesuatu untuk dimakan.
Tapi sampai kapan ia mau menunggu hujan reda? Sepertinya pilihan pertama lebih menarik. Gadis itu terlihat menghembuskan nafasnya kasar, tak rela jika sebentar lagi tubuhnya harus diguyur dengan air hujan itu. Ia kembali memasukkan sapu tangan yang dipakainya untuk menutup mulut dan hidungnya tadi kedalam tas dengan gerakan cepat lalu segera meninggalkan halte itu menerobos hujan, menuju kafe dengan aroma kopi dan vanilla yang manis itu.
000000
Sesampainya dikafe itu, sepertinya ia harus menunggu antrean yang tidak terlalu panjang. Hanya ada lima orang gadis yang berdiri didepannya, menatap kagum pria yang berdiri dibalik meja kasir itu, Myung Soo. Beberapa menit kemudian, tiba gilirannya untuk memesan.
Myung Soo, pria dibalik meja kasir itu mulai menanyakan pesanannya. Gadis itu menyebutkan pesanannya begitu saja tanpa menoleh pada menu yang tergantung pada dinding di belakang meja kasir itu. Myung Soo terlihat mengernyit, menatap aneh kepada gadis didepannya ini. Ketika Hyu Ra akan beranjak menuju meja untuk menunggu pesanannya diantarkan, pria itu berdehem kecil dan mengatakan sesuatu yang membuat Hyu Ra  memutar tubuhnya kembali untuk menghadap ke arah pria itu,
“Ehm, maaf Nona. Apa kau tidak tertarik mencoba menu baru di kafe kami? Kami punya menu kopi terbaru,” tawar Myung Soo sambil memarkan senyum khas penjualnya.
“Emm, maaf tapi aku memben ah tidak, maksudku aku tidak terlalu menyukai jenis minuman yang satu itu, maaf sayang sekali,” tolak Hyu Ra dengan wajah menyesalnya. Hampir saja gadis itu mengatakan bahwa ia membenci kopi didepan seorang yang menjual kopi, bodoh sekali. Ia bisa saja menyinggung perasaan pria itu bukan?
“Ah, baiklah, kalau begitu pesananmu akan datang beberapa saat lagi. Kapan-kapan kau harus mencobanya, kujamin kau akan suka,” ucap Myung Soo lagi masih berkeras menwarkan menu barunya.
“Ah, ya. Baiklah, kapan-kapan aku coba,” jawab Hyu Ra dan sedikit menganggukkan kepalanya sebagai tanda salam dan ia menuju kemejanya.
Tak lama kemudian pesanannya datang, dan Myung Soo sendirilah yang mengantarkan pesanannya.
“Silahkan, selamat menikmati,” ujarnya dengan senyum yang sama seperti yang ia pamerkan dimeja kasir tadi setelah meletakkan milkshake strawberry itu didepan Hyu Ra. Tak banyak pilihan menu yang tersedia disana untuk kategori makanan berat, dan ia hanya memesan milkshake kesukaannya dan spaghetty, lumayan untuk mengganjal perutnya saat ini. Hyu Ra hanya mengucapkan terimakasih sekedarnya dan mulai memakan pesanannya. Ia terlalu fokus terhadap makanan di depannya hingga tidak menyadari jika ada seorang pria tengah menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan di jalanan luar kafe itu.
“Jadi kau berada di sini selama ini,” gumam pria itu dengan mata onyx yang menatap lekat wajah Hyu Ra yang tengah sibuk mengunyah makanannya.
000000
Malam ini sepertinya langit tengah berada pada puncak kecerahannya, tak terlihat sedikitpun tanda-tanda akan datangnya hujan. Hyu Ra yang saat itu tengah melakukan kegiatan belanja bulanannya di salah satu minimarket dekat kampusnya terlihat kepayahan dengan barang belanjaannya. Ia tak memperhatikan jalanan disekitar hingga jatuh tersungkur karena menabrak seseorang di depannya.
“Ah, maaf. Maafkan saya,” ucap Hyu Ra sambil membungkuk berkali-kali tanpa berniat melihat siapa yang baru saja ia tabrak.
“Oh, Hyu Ra-sii?” Sapa suara khas pria didepan Hyu Ra membuat gadis itu mau tak mau mendongak melihat lawan bicaranya.
“Eh? Kim Myung Soo-ssi? Kau? Maaf aku tidak memperhatikan jalan,” ucap Hyu Ra lagi dengan wajah bersalah.
“Hahaha, tidak apa-apa. Tapi sepertinya hari ini kau hobi sekali menabrakku, Hyu Ra-ya?” Ucap Myung Soo lagi mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah sambil tersenyum miring. Senyum yang baru pertama kali dilihatnya.
“Oh maaf, bolehkah aku memanggilmu seperti itu?  Aku lebih nyaman memanggilmu seperti?” Myung Soo buru-buru menambahkan.
“Ah, ya. Tidak apa-apa. Maaf juga karna telah menabrakmu tadi siang diperpustakaan,” ulang Hyu Ra melafalkan permintaan maafnya.
Ya. Siang ini secara tidak sengaja Hyu Ra bertemu dengan Myung Soo diperpustakaan. Hyu Ra yang sedang kepayahan membawa tumpukan buku yang menggunung untuk ditata kembali dirak-rak buku itu menabrak Myung Soo karena pandangannya terhalang oleh buku didepannya.
 Hyu Ra memang membantu di perpustakaan Universitasnya, semacam menjadi petugas perpustakaan. Ia mendapatkan posisi ini karena dulu sering ikut membantu Song Ahjumma, petugas perpustakaan yang juga tinggal di flat seberang kamar Hyu Ra. Ketika Hyu Ra tidak begitu sibuk dengan urusan kuliahnya, maka ia akan menyempatkan diri untuk turut menjaga perpustakaan itu.
Dari insiden tabrakan itu, Hyu Ra mengetahui bahwa Myung Soo adalah mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual yang berarti kecil sekali kemungkinan Hyu Ra mengenalnya karna jelas mereka berbeda fakultas, Hyu Ra sendiri merupakan mahasiswa jurusan Kedokteran, namun kebetulan mereka berada padan tahun yang sama.
“Hei, bukankah kau sering datang ke kafe tempatku bekerja itu? MickyLite?” Tanya Myung Soo setelah keheningan yang mendadak tercipta. Hyu Ra telah selesai mengemasi belanjaan bulanannya yang hanya terdiri dari ramyun instan dan beberapa camilan ringan dengan dibantu Myung Soo tentunya.
“Ah, ya.” Tanggap Hyu Ra  mengangguk sambil tersenyum canggung.
“Sudah lama kau tak mampir ke kafeku lagi, kau sedang sibuk? Atau jangan-jangan kau tidak suka menu kafeku?” Tanya Myung Soo lagi menjajari langkah Hyu Ra menuju halte bus yang berjarak 50 meter dari minimarket itu mengingat dua minggu ini Hyu Ra tak pernah mengunjungi kafenya lagi.
“Emm, iya. Aku sedikit sibuk, ada banyak hal yang harus ku urus belakangan ini,” jawab Hyu Ra dengan senyum tipis, wajahnya terlihat lelah.
“Em,  begitu. Hyu Ra-ya, fighting!” Ujar Myung Soo dengan senyum mengembang dan tangan mengepal keudara.
“Terimakasih Myung Soo-ssi,” Hyu Ra mencoba untuk tersenyum lebih lebar kali ini.
“Kau mau pulang? Aku antar, ya?” Tawar Myung Soo.
“Itu akan merepotkanmu, terimakasih. Tawaran yang menarik, akan kupertimbangkan lain waktu,” kilahnya mencoba berkelit.
“Tentu saja tidak akan merepotkan. Akan ku antar kau malam ini sampai depan rumahmu. Aku hanya ingin memastikan kau selamat sampai tujuan.” Ucap Myung Soo lagi dalam satu tarikan nafas yang menandakan dia tidak menerima penolakan atau sanggahan sedikitpun. Baiklah. Sepertinya semua pria itu sama saja, makhluk pemaksa.
000000
Akhirnya Hyu Ra pun memenuhi tawaran Myung Soo untuk diantar pulang. Mereka menaiki bus selama sepuluh menit dan turun di sebuah gang kecil yang remang. Diujung gang tersebut berdiri sebuah bangunan yang cukup sederhana. Disanalah Hyu Ra tinggal.
“Sudah sampai. Terimakasih sudah mengantarku,” tulus Hyu Ra.
“Tidak masalah. Setidaknya aku jadi tahu dimana tempat tinggalmu,” ucap Myung Soo lagi dengan senyum lebar hingga matanya terlihat tinggal segaris.
“Kau tidak menawariku untuk masuk?” Goda Myung Soo.
“Em, kau mau
“Kau sudah pulang?” Suara bass seorang pria membuat Hyu Ra dan Myung Soo menolehkan kepala mereka serempak kearah sumber suara itu.
Terlihat seorang pria tengah berdiri didepan tangga bangunan itu dengan mata onyx yang menyalang tajam kearah keduanya. Myung Soo merasakan ketakutan yang tiba-tiba menguasai gadis yang tengah berdiri disebelahnya ini. Perlahan Myung Soo mencoba menggenggam tangan gadis itu.
“Kau tidak apa-apa? Siapa dia?” Bisik Myung Soo pelan tapi masih dapat didengar oleh pria yang kini berjalan mendekati mereka. Hyu Ra hanya mengangguk sekilas.
“Dia Dia kakakku” Balasnya parau.
“Aku Tunangannya. Kau siapa?” Seru Pria itu keras hingga membuat Hyu Ra terlonjak karena ketakutan.
“Tu Tunangan?” Tanya Myung Soo heran.
“Ya. Aku tunangannya, Cho Kyu Hyun.” Ujar pria itu tegas dan menarik tangan Hyu Ra agar mendekat dengannya.
“Kim Myung Soo. Aku teman kuliahnya.” Salam Myung Soo kaku.
“Terimakasih sudah mengantarkannya pulang, Kim Myung Soo-ssi. Tapi lain kali kau tak perlu repot seperti ini, aku akan menjemputnya sendiri. Selamat malam.” Tanggap Kyu Hyun dingin dan langsung menarik Hyu Ra kedalam gedung flatnya.
Myung Soo hanya berdiri mematung. Memandangi punggung ramping gadis yang semakin menjauh darinya itu dengan tatapan nanar. Jadi mana diantara mereka berdua yang berbohong? Gadis itu mengatakan bahwa Kyu Hyun hanya kakaknya. Tapi Kyu Hyun malah membuat pengakuan mengejutkan dengan memperkenalkan diri sebagai tunangannya. Bukankah dengan kata lain pria itu mengatakan bahwa ia calon suaminya?
Myung Soo mendesah gusar dan kembali berjalan menjauhi gedung itu menuju ke apartemennya sendiri yang memakan waktu sepeuluh menit jika berjalan dari situ.
000000
“Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Hyu Ra dingin setelah memasuki kamar flatnya.
“Tentu saja menemui tunanganku, kau pikir apa lagi?” Jawab pria itu santai dan duduk dengan tenang pada satu-satunya Sofa yang ada di ruangan itu.
“Tunangan? Siapa yang kau sebut sebagai tuananganmu, Tuan Muda? Kau ini lucu sekali!” Cibir Hyu Ra remeh.
“Tentu saja kau! Kau lupa mempunyai tunangan setampan aku, eoh?” Nada suara Kyu Hyun mulai meninggi dan Hyu Ra benci keadaan ini.
“Sebenarnya kau ini kenapa? Sudah berapa kali kukatakan AKU BUKAN TUNANGANMU!!” Teriak Hyu Ra tajam. Matanya  sudah mulai memanas.
“Dan kau pikir sudah berapa kali kukatakan bahwa kita sudah BERTUNANGAN, Huh?” Sembur Kyu Hyun. Tangannya kini sudah memegangi kedua bahu Hyu Ra membuat tubuh gadis itu bergetar karena ketakutan.
“Kau gila!” Sembur gadis itu.
“Aku bukan tunanganmu. Tunanganmu Kim Yeon Hee, dan dia sudah mati!” Untuk kali ini saja, gadis itu harus mengatakannya. Mengatakan kebenaran bahwa dia bukanlah tunangan dari pria itu, bahwa dia bukanlah Kim Yeon Hee.
“Ku tegaskan sekali lagi, Tuan Muda. Namaku PARK HYU RA buka Kim Yeon Hee. Kau sudah mengerti sekarang?” Ucap Hyu Ra lagi.
Kyu Hyun mundur beberapa langkah dan mulai memandang nanar kearah Hyu Ra. Gadis itu hanya diam terpaku menatap reaksi yang akan terjadi pada pria dihadapannya ini.
“Tidak. Tidak. Tidak..” Pria itu terus bergumam dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Tidak. Kau berbohong, kau pasti hanya bercanda. Kau Yeon Hee-ku. Kim Yeon Hee-ku. Kau tidak bisa membohongiku.” Teriaknya kacau. Pria itu mulai menangis dan emosinya mulai tak terkendali.
 Arghhhhh!!!
Pria itu mengerang frustasi dan kembali melakukan aksinya seperti yang sudah-sudah. Pria itu kembali memukuli tubuhnya sendiri dan menangis mengerang menyebut nama tunangannya yang telah mati.
“Yeon Hee. Kim Yeon Hee~ kau Kim Yeon Hee-ku. Jangan tinggalkan aku lagi, Yeon Hee-ya!”
Kini pria itu duduk diatas sofa sambil menekuk kedua kakinya keatas. Dia menangis seperti layaknnya seorang anak kecil yang ditinggal ibunya kepasar.
000000
Sebenarnya Cho Kyu Hyun adalah pria yang tampan dan kelewat sempurna. Jenis pria kaya dengan wajah tampan dan kecerdasan diatas rata-rata. Tiga tahun yang lalu, saat usianya baru menginjak 22 tahun pria itu bertunangan dengan gadis yang sangat ia cintai sejak kecil. Gadis itu adalah Kim Yeon Hee, saudara sepupu Park Hyu Ra.
Usia Yeon Hee dan Hyu Ra tidak beda jauh, lebih tua Yeon Hee tiga bulan. Wajah mereka pun sangat mirip, hampir seperti kembar identik. Hanya saja yang membedakan warna mata mereka. Yeon Hee mempunyai mata hitam pekat sedangkan Hyu Ra mempunyai mata coklat.
Hyu Ra dan Yeon Hee hidup terpisah dan jarang bertemu. Yeon Hee dan keluarganya tinggal di Nohwon sementara Hyu Ra dan keluarganya tinggal di Gangnam.
Namun, tiga bulan setelah Kyu Hyun dan Yeon Hee bertunangan, peristiwa naas itu terjadi. Mobil yang membawa Yeon Hee dan Kyu Hyun waktu itu mengalami kecelakaan. Padahal keduanya dalam perjalanan pulang setelah fitting baju untuk acara pernikahan mereka yang tinggal menghitung hari. Mobil yang ditumpangi mereka berdua oleng karena menghindari tabrakan dengan mobil yang tiba-tiba datang dari arah berlawanan. Mobil itu menabrak pembatas jalan dan terseret hingga sejauh 100 meter. Yeon Hee langsung meninggal ditempat sedangkan Kyu Hyun berhasil diselamatkan.
Keadaan pria itu sangat mengenaskan. Dia mengalami koma selama sebulan karena luka berat dikepalanya. Keluarganya sangat mencemaskan keadaan pria itu. Bagaimana jika suatu saat pria itu terbangun dari tidur panjangnya dan tidak menemukan Tunangannya lagi? Apa yang harus keluarganya katakan? Apakah mengatakan kebenaran pada seorang pasien yang baru sadar dari koma tidak akan menganggu kesehatannya? Bisa jadi pria itu meregang nyawa seketika saat mengetahui kebenarannya.
Hidup yang sangat kejam telah menanti Kyu Hyun ketika ia membuka matanya. Hal yang dikhawatirkan keluarganya benar-benar terjadi. Dia mencari gadisnya, sejak pertama kali ia sadar. Keluarganya hanya mampu mengatakan bahwa gadis itu sudah sehat dan baik-baik saja. Namun ketika ditanyakan perihal ketidakhadiran gadis itu, keluarganya hanya mampu menjawab gadis itu butuh istirahat dirumahnya.
Dimalam kesepuluh setelah dia bangun dari komanya, Kyu Hyun bermimpi bertemu Yeon Hee. Gadis itu mengenakan gaun pernikahannya. Gaun yang dicoba saat fitting baju, sebelum peristiwa naas itu terjadi. Gadis itu terlihat sangat cantik dan bahagia sekali. Dalam mimpinya, gadis itu berpesan agar ia selalu hidup dengan baik dan bahagia. Ia tidak pernah mengerti dan menangkap makna dari pesan itu secara utuh.
Sebulan setelah keadaannya membaik, Kyu Hyun mulai curiga karena Yeon Hee tidak pernah menjenguknya sekalipun. Pria itu berinisiatif untuk mendatangi rumah Yeon Hee tanpa sepengetahuan keluarganya. Disanalah awal mula ia bertemu dengan Hyu Ra yang dikira Yeon Hee. Dan dari sana pula lah kerumitan dalam hidup Hyu Ra dimulai.
000000
“Hyu Ra-ya! Pesananmu,” Interupsi Myung Soo sambil menyodorkan sebuah kopi hitam pekat tanpa gula. Myung Soo sempat heran ketika Hyu Ra mengatakan pesanannya. Seingatnya, Hyu Ra pernah bercerita membenci kopi untuk suatu alasan yang tidak bisa ia ketahui.
“Kenapa kau antarkan sendiri? Kau kekurangan pelanggan, eoh?” Cibir gadis itu. Myung Soo adalah tipe pria yang baik dan menyenangkan. Membuatnya nyaman, tidak seperti seseorang yang belakangan ini kembali mengusik hidupnya.
“Hmm, hanya saja ini kopi pertama yang kau pesan sejak kau masuk kafe ini. Setengah tahun yang lalu?” Ucapnya sambil menerawang, mengingat sesuatu.
“Ah, ya. Dan terimakasih telah mengingatkanku. Setengah tahun menjadi pelanggan setiamu. Anggap saja aku sedang mencoba memenuhi janjiku untuk mencoba racikan kopi dikafemu ini,” seloroh Hyu Ra.
“Tapi untuk ukuran gadis manis sepertimu, kopi hitam pekat tanpa gula sedikit mengerikan.” Ujar  Myung Soo dengan tampang prihatin.
“Ah, ya. Terimakasih, aku tahu aku manis.” Gadis itu mulai menyesap kopi pesanannya. Ia mengerang frustasi ketika rasa pahit itu menyapa sampai kepangkal lidahnya.
“Kau pindah lagi?” Tanya Myung Soo sesaat setelah gadis itu membenahi ekspresinya. Dia memang tidak pernah bisa minum kopi dengan benar, terlebih kopi pahit tanpa gula.
“Eum? Eo. Aku bosan, mencari suasana baru saja.” Jawab Hyu Ra sambil mengendikkan bahunya acuh.
“Apa ini ada hubungannya denganku?” Sebuah sauara bass yang terdengar sedih berhasil menampar gendang telinga Hyu Ra. Gadis itu terperanjat kaget, mendapati Kyu Hyun sudah berada dibelakangnya dengan tatapan terluka.
Tanpa permisi Kyu Hyun mengambil tempat duduk tepat didepan Hyu Ra, disamping Myung Soo.
“Kyu Hyun-ah...” Erang gadis itu frustasi. Kini ia lebih berhati-hati menghadapi Kyu Hyun. Setelah peristiwa empat bulan yang lalu, Hyu Ra tidak berani berbicara kasar lagi pada Kyu Hyun. Ia cukup kenyang mendapat ceramah panjang lebar dari kakeknya setelah peristiwa malam itu serta luapan emosi dari kedua orang tuanya. Bagaimanapun juga ia menghadapi orang yang tidak pada umumnya. Orang-orang frustasi yang tidak bisa menerima kenyataan. Mereka lebih mengerikan daripada perampok sekalipun.
“Kau tidak mau aku berada disekitarmu? Apa susahnya untuk mengatakan itu? Katakan saja, dan aku tidak akan muncul dihadapanmu lagi.” Mata pria itu terlihat merah dan berkaca-kaca. Dan bagaimanapun juga, Hyu Ra benci akan keadaan ini.
“Bukan. Sungguh, aku hanya...” Gadis itu tidak melanjutkan kata-katanya. Ia memilih membayar kopinya, dan mengajak Kyu Hyun pergi dari kafe itu. Bagaimanapun juga, ia tidak ingin tiba-tiba Kyu Hyun meledak seperti yang sudah-sudah. Tentu saja itu akan merepotkan semua orang yang berada dikafe itu.
000ooo000
“Kyu Hyun-ah! Kau mau ikut aku?” Ucap Hyu Ra dengan senyum cerah.
Hari ini adalah hari peringatan kematian Yeon Hee. Sudah tiga tahun, dan rasanya baru kemarin Hyu Ra dan Yeon Hee bermain rumah-rumahan bersama. Siapa yang tahu kalau ternyata maut lebih dulu menjemput Yeon Hee setengah tahun setelah kelulusannya dari SMA.
Kyu Hyun yang tengah duduk santai sambil memainkan PSP putih kesayangannya sejak menginjakkan kakinya di apartemen Hyu Ra segera menoleh antusias ketika mendengar suara Hyu Ra.
“Kau mau mengajakku pergi? Apa aku tidak salah dengar? Kau yakin?” Tanya Kyu Hyun bertubi-tubi dengan wajah berbinar. Bagaimanapun juga Hyu Ra tidak pernah mau mengajak Kyu Hyun kemanapun ia pergi. Ia lebih senang mengajak Myung Soo, dan pada akhirnya Kyu Hyun akan mengikutinya secara diam-diam dan muncul tiba-tiba ketika suasana diantara Hyu Ra dan Myung Soo mulai akrab.
“Em, tentu saja. Kau mau? Kalau tidak aku bisa mengajak Myung
“Tentu saja aku mau! Dan jangan bawa-bawa alien berbaju hitam itu. aku tidak suka dia terus mengekorimu kemanapun kau pergi!” Sambar Kyu Hyun dengan bibir mengerucut. Jelas, kekanakan sekali.
“Aha~ anak pintar. Dan jangan sebut Myung Soo alien berbaju hitam. Tidak ada alien setampan dia, jika kau ingin tahu,” pekik Hyu Ra  diakhir kalimatnya dengan wajah lucu menahan amarah.
“Setidaknya aku lebih tampan daripada dia,” protes Kyu Hyun tak terima.
“Ya. Katakanlah sesuka hatimu, Tuan Tampan!” Gerutu Hyu Ra gemas dengan kelakuan kekanakan Kyu Hyun, dan menarik tanganya keluar dari Apartemen.
000ooo000
Entah sudah berapa kali Kyu Hyun menghembuskan nafasnya kasar. Ia terlihat gusar, setidaknya sejak dua jam terakhir. Saat ini ia dan Hyu Ra tengah duduk didalam bus yang tengah melaju meninggalkan pusat keramaian kota Seoul. Untuk kesekian kalinya ia mengamati pemandangan diluar kaca bus yang terlihat timbul tenggelam seiring dengan kecepatan laju bus.
“Hyu Ra-ya! Kau masih tidak mau memberitahuku kemana tujuan kita?” Rajuk Kyu Hyun sambil melirik Hyu Ra antara gemas dan sebal. Dan gadis itu hanya menggeleng ringan sambil memejamkan matanya, menikmati alunan musik yang keluar dari headset ipodnya yang langsung terhubung ketelinga.
“Kau sudah menanyakannya ratusan kali sepanjang perjalan kita. Apa kau tidak punya pertanyaan lain selain itu? Ck, benar-benar tidak kreatif!” Cibir Hyu Ra dengan mata masih terpejam.
Kyu Hyun yang gemas dengan tingkah laku Hyu Ra langsung melepaskan Head set yang dipakainya secara paksa dan membentak frustasi.
“Ya, Park Hyu Ra!!”
Wajah Kyu Hyun terlihat memerah menahan emosi. Seakan tersadar akan sesuatu, Hyu Ra membenarkan posisi duduknya.
“Kau tahu aku Park Hyu Ra?” Tanyanya dengan ekspresi terkejut.
Kyu Hyun tak kalah terkejut mendengar ucapan Hyu Ra. Apakah ada yang salah? Apakah baru saja dia menyebut nama lain selain nama Kim Yeon Hee? Ia sendiripun tak sadar.
“Apa maksudmu dengan Park Hyu Ra? Siapa dia? Yeon Hee-ya kumohon, jangan mulai lagi.” Erang Kyu Hyun putus asa.
Kyu Hyun masih betah berdiam diri setelah percakapan terakhir mereka. Ia terlihat menyibukkan diri melihat ke arah luar jendela. Terlihat antusias dan sedikit berlebihan, menurut Hyu Ra.
Ah, ya. Mungkin saja dia sedang menghitung jumlah lampu jalan sepanjang jalan ini. Siapa yang tahu jalan pikirannya? Batin Hyu Ra, dan tanpa sadar ia tersenyum memandang kepolosan yang tercetak diwajah tampan pria itu.
“Hei, apa yang sedang kau lakukan? Mencoba menghitung jumlah lampu jalan itu, eoh?” goda Hyu Ra mencoba mencairkan suasana. Kyu Hyun hanya mendengus sebal menanggapi ucapan Hyu Ra.
“Baiklah, jangan cemberut lagi eo? Tuan Tampan, sebentar lagi kita sampai. Persiapkan dirimu, eo?” Tambah Hyu Ra sambil mengelus punggung tangan Kyu Hyun lembut.
0000ooo0000
Perjalanan yang cukup memakan waktu lama. Kyu Hyun mengira penderitaannya akan segera berakhir dan menemukan tempat tujuan mereka dengan segera. Namun dugaannya salah, ia harus berjalan lagi kurang lebih lima ratus meter dari halte bus tempatnya turun tadi.
Tak banyak pemandangan yang bisa dilihat. Sepanjang perjalanan ia hanya melihat ilalang yang meninggi dikiri kanan jalan, hampir seukuran lutut orang dewasa. Dari tempatnya sekarang, ia dapat melihat dua pohon maple yang lebih menyerupai gerbang dengan daun yang mulai berguguran. Mereka berjalan mendekat kearah jajaran pohon maple yang menyerupai barisan tentara penyambutan yang berjejer dikanan-kiri jalan utama. Hyu Ra sesekali dengan sengaja menginjak daun-daun maple kering itu dengan sepatunya sehingga menimbulkan bunyi yang cukup berisik.
“Tidak bisakah kau berjalan tenang disampingku saja?” usil Kyu Hyun dan menarik Lengan Hyu Ra mendekat padanya.
“Kau tahu? Belakangan aku suka sekali mendengarkan suara daun kering yang terinjak. Suaranya unik sekali. Coba kau dengar,” Hyu Ra kembali menjangkau kumpulan daun maple kering yang berada disisi jalan itu dan kembali menginjaknya.
“Kau mendengarnya? Indah bukan?” Tanya Hyu Ra antusias.
“Gadis aneh. Bahkan hobimu sejak dulu tidak pernah berubah!” Balas Kyu Hyun sambil mengacak rambut Hyu Ra gemas. Namun gerakannya terhenti tiba-tiba saat tak ada respon dari gadis itu.
“Kenapa berhenti mengacak rambutku?” Tanya Hyu Ra bingung.
“Bukankah seharusnya kau marah saat aku mengacak-acak rambutmu seperti ini?” Kata Kyu Hyun Bingung, balik bertanya.
“Astaga~ sejak kapan aku punya kebiasaan seperti itu? aku sangat menyukai ketika orang-orang mengacak rambutku, rasanya seperti dipijat dan dapat menghilangkan penatku sejenak,” jelas Hyu Ra panjang lebar tanpa memperhatikan ekspresi terkejut yang terbit diwajah tampan pria itu.
“Ah, seharusnya tadi aku mengajak Myung Soo kemari. Setidaknya aku punya fotografer gratis. Ah, sayang sekali pemandangan seindah ini~” gerutu Hyu Ra lirih tanpa memedulikan Kyu Hyun..
“Kau merindukannya, eoh?” tanya Kyu Hyun dengan nada jengkel.
“Sudahlah, aku tidak ingin membahas masalah itu sekarang. Kau mau masuk atau tidak?” Ucap Hyu Ra lagi yang membuat Kyu Hyun Tersadar bahwa mereka telah sampai disebuah area pemakaman.
000ooo0000
Dan disinilah akhirnya mereka berada. Tanah lapangan dengan begitu banyak gundukan tanah yang berjajar rapi. Susana senyap lebih mendominasi tempat ini hingga suara daun-daun maple yang bergesekan pun terdengar begitu jelas ditelinga Kyu Hyun dan Hyu Ra. Seorang ahjumma berusia awal lima puluh tahunan terlihat sedang merapikan beberapa makam tak jauh dari tempat mereka berdiri. Ia terlihat begitu asyik dengan kegiatannya, namun ia berhenti sejenak merasa ada yang mengawasi.
“Oh, Agassi? Kau sudah datang?” Sambut Ahjumma itu ramah kepada Hyu Ra.
Ye, Ahjummoni.” Jawab Hyu Ra sopan sambil membungkukkan badan.
Ahjumma itu terlihat pergi ketempat ia biasa berteduh dan kembali membawa sesuatu pesanan Hyu Ra.
“Ini mawar putih pesananmu, Agassi. Seperti biasanya, tiga belas. Tidak kurang, dan tidak lebih.” Ucap Ahjumma itu dengan senyum terkulum dibibirnya. Hyu Ra langsung menerima mawar itu dan mengucapkan terimakasih kepada Ahjumma penjaga makam.
000ooo000
Hyu Ra seakan lupa memperhatikan Kyu Hyun yang terlihat menegang sejak tadi. Dalam hati Kyu Hyun bertanya-tanya, siapa sebenarnya yang ingin dikunjungi oleh gadis ini? Dan detik berikutnya pertanyaannya terjawab sudah ketika gadis itu berhenti tepat didepan makam dengan nama yang terdengar sedikit tidak asing bagi Kyu Hyun.
Kim Yeon Hee. Kyu Hyun berkali-kali mengeja tulisan yang tertera pada batu nisan dihadapannya. Ia memandangi batu nisan dan gadis disampingnya secara bergantian dengan ekspresi bingung dan menuntut penjelasan.
Hyu Ra seakan sengaja mengatur semua ini dan dia tetap memandang lurus batu nisan dihadapannya dan berjongkok disalah satu sisinya untuk meletakkan bunga mawar putih kesukaan Yeon Hee. Dan selalu tiga belas. Entah mengapa semasa hidupnya gadis itu hanya tergila-gila pada tiga hal saja didunia ini, bunga mawar, angka tiga belas dan juga Kyu Hyun tentunya. Hyu Ra memulai ritual tahunannya.
“Yeon Hee-ya, anyeong! Lama tidak bertemu, apa kabarmu?” Sapa Hyu Ra serak dengan pandangan kabur kearah batu nisan itu.
“Rasanya seperti baru kemarin kau heboh mempersiapkan pernikahanmu, dan sekarang apa yang kau lakukan? Jsshh, gadis bodoh! Kenapa kau dengan santainya malah tertidur disini dan tidak bangun-bangun?” Hyu Ra terisak.
“Bodoh. Aku kesepian sekali disini. Tidak ada yang merecoki hidupku tiga tahun belakangan ini. Kau tidak merindukanku, eoh?” dan gadis itu masih setia membelai nisan dihadapannya.
 “Hei, tapi ada sisi baiknya. Sekarang tidak ada lagi yang akan memaksaku bermain hujan seperti seorang idiot lagi. Kau tahu, aku bukan tidak menyukai hujan. Hanya saja aku membenci Flu yang akan menyerangku setelah bermain hujan.” Hyu Ra terkekeh dalam isakannya.
“Yeon Hee-ya, Kau tahu? Sekarang aku mulai mengikuti saranmu, dulu. Kopi hitam pekat tanpa gula. Kurasa itu racun yang cukup ampuh untuk membunuh rasa frustasiku. Bagaimana tidak? Disaat bersamaan aku harus menelan minuman kebanggannmu itu dengan wajah merana, dan mana mungkin aku sempat memikirkan hal lain, eoh?” gadis itu tersenyum miris mengenang saran konyol sepupunya empat tahun yang lalu.
“Yeon Hee-ya, kurasa aku sudah memenuhi tiga permintaanmu kali ini. Berkunjung ke makammu setiap tahun, menjaga sapu tangan pink kebanggaanmu, dan yang terakhir, membawa Oppa-mu kemari, kau senang?”
Gadis itu menoleh dengan gerakan tiba-tiba membuat Kyu Hyun yang dari tadi hanya memperhatikan tingkahnya terlonjak kaget.
“Kyu Hyun-ah! Kemarilah, kukenalkan pada sepupuku.” Kata Hyu Ra sambil menarik Kyu Hyun untuk jongkok bersamanya.
“Yeon Hee-ya, lihat siapa yang datang! Dia Oppa-mu, Kyu Hyun Oppa-mu yang sangat kau banggakan. Namja tertampan diseluruh jagat Seoul, dimana didalamnya hanya terdapat kalian berdua sebagai penghuninya. Cih, kau sama kekanakannya dengan Oppa-mu ini.” Ucap Hyu Ra lagi sambil mengusap air matanya yang entah sejak kapan mengalir.
“Oppa, kau mengenalnya, kan? Dia Kim Yeon Hee-mu, Oppa.” Ucap Hyu Ra dengan wajah putus asa.
“Dan aku, kau seharusnya tahu siapa aku...” tambahnya lirih.
Sekelebat kenangan masa lalu Kyu Hyun serasa datang secara tiba-tiba. Hari dimana ia pergi untuk fitting baju pengantin dengan Yeon Hee, sampai peristiwa kecelakaan naas itu. sepertinya ada satu potongan memori yang terselip tanpa sempat Kyu Hyun sadari. Saat itu, iya saat itu Yeon Hee, dia meninggal ditempat. Kyu Hyun yang memastikannya sendiri waktu itu, saat-saat detik terakhir sebelum kesadarannya benar-benar menghilang. Ia sempat menjerit frustasi saat mendapati Yeon Hee dalam posisi tercepit badan mobil dengan luka parah dikepalanya.
Bayangan yang sejak tiga tahun lalu berusaha ditepisnya kini mencuat lagi kepermukaan. Selama tiga tahun belakangan ini ia sibuk meyakinkan dirinya bahwa Yeon Hee-nya masih hidup. Bahwa Yeon Hee hanya hilang ingatan dan berubah menjadi sosok Park Hyu Ra. Ia selalu meyakinkan dirinya sendiri seperti itu berulang-ulang setiap terbangun dipagi hari dengan perasaan hampa karna tak kunjung menemukan sosok Yeon Hee dalam diri Hyu Ra. Jelas saja, mereka adalah orang yang berbeda. Kini Kyu Hyun sadar akan itu.
“Yeon Hee-ya.... “ bisik Kyu Hyun parau pada nisan dihadapannya.  Pria itu menunduk dalam, lama sekali.
“Maaf. Maafkan aku Yeon Hee-ya! Aku... aku sudah menipu diriku sendiri. Aku sudah menipumu, aku menghianatimu Yeon Hee-ya. Apa yang harus kulakukan? Beritahu aku. Aku sudah jatuh cinta pada orang lain, Yeon Hee-ya. Maafkan aku, maaf...” bahu pria itu bergetar hebat menandakan luapan emosinya.
000ooo000
Kau takkan pernah tahu kemana roda kehidupanmu akan berputar. Apakah ia akan mengantarmu kejurang kematian, atau taman surga yang penuh dengan kehangatan cinta. Bagaimanapun juga, kau yang memegang kendali penuh akan roda itu.
“Yak! Kau lihat tadi saat aku berjalan diatas karpet merah itu? Kau lihat sekarang aku sudah resmi menyandang gelar Sarjana! Hah, empat tahun yang berat dan menyebalkan!” cecar Kim Myung Soo pada Park Hyu Ra yang hanya diam sambil memilin ujung kemeja kotak-kotak pink kebanggaannya.
Hari ini Myung Soo sengaja menutup kafenya karena acara wisuda kelulusannya dari Universitas. Tentu saja dia tidak ingin direpotkan dengan banyaknya pelanggan dihari bahagianya. Dan beginilah jadinya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, MickyLite terlihat sepi dan tenang tanpa suara cekikikan para gadis-gadis muda penggemar setia Kim Myung Soo.
“Ya, kenapa kau murung begitu? Salah siapa mengambil jurusan kedokteran. Cepat selesaikan praktikmu dan segera susul aku, eoh?” celoteh Myung Soo memberi semangat pada Hyu Ra dan mengelus rambutnya penuh sayang.
“Myung-ie...” Gumam Hyu Ra dengan wajah ditekuk.
“Ah, aku benci nada bicara itu. jangan memulai lagi Hyu Ra-ya!” Geram Myung Soo sambil mengaduk gusar kopi hitamnya.
“Aku sudah mengambil langkah yang benar, kan? Aku hanya ingin dia bangkit dan keluar dari dunia ciptaannya sendiri.” Hyu Ra mencari pembenaran.
“Tentu saja, kau sudah mengambil tindakan yang tepat karena bagaimanapun dia tidak boleh tergantung padamu terus. Aku juga membutuhkanmu...” Pasrah Myung Soo lirih di akhir kalimatnya.
“Myung-ie...” Rengek Hyu Ra putus asa.
“Iya, aku tahu. Aku kakakmu, begitulah seharusnya. Kau puas?” Ujar Myung Soo dengan wajah menahan kesal.
“Maaf...” Lirih Hyu Ra lagi.
“Aku tahu, Kau juga tertarik pada pria gila itu. Kau dan dia sama-sama gila, jadi untuk apa menghalangi orang-orang gila hidup bersama?” Cibir Myung Soo kesal. Dan Hyu Ra lebih suka Myung Soo dengan ekspresi seperti ini. Ia tahu dengan baik bagaiman isi hati Pria itu. Setahun berteman dengannya cukup membuat Hyu Ra tahu seperti apa pria yang tengah duduk dihadapannya itu.
“Ya! Siapa yang kau sebut pria gila, alien jelek!” Sembur seorang pria yang datang dari pintu masuk kafe itu.
“Kau tidak bisa membaca tulisan didepan pintu, eoh? Kafeku tutup. Aku tidak menerima pelanggan.” Balas Myung Soo tanpa menatap lawan bicaranya.
“Kau mengikutiku lagi, eoh? Aish~ Jinjja, pria ini membuatku gila!” Erang Hyu Ra sambil mengusap wajahnya frustasi.
“Siapa bilang aku mengikutimu? Aku hanya kebetulan lewat disekitar sini dan butuh kopi. Ya, Kim Myung Soo! Kenapa kau masih disini? Buatkan pesananku segera, cepat!” ucap Kyu Hyun sambil menunjuk-nunjuk wajah Myung Soo kelabakan karena tuduhan Hyu Ra.
“Aku tahu ekspresi macam apa itu, Cho Kyu Hyun. Kau tidak pernah bisa berbohong padaku. Dasar payah!”
“Tapi aku tampan,” pamernya percaya diri dengan berkacak pinggang.
“Dan celakanya, Park Hyu Ra kau sudah jatuh kedalam pesona seorang Cho Kyu Hyun yang tampan ini. Rasakan! Hahahaha...” Tambah Kyu Hyun penuh Kemenangan.
“Ya, jangan membuat heboh di kafeku. Aku juga butuh ketenangan. Jarang sekali aku mendapatkan kenyamanan di kafeku sendiri seperti ini. Cepat pergi dari sini!” usir Myung Soo sambil menggiring paksa dua orang perusuh itu keluar dari kafenya.
000ooo000
“Apa yang kau lakukan ditempat alien maniak hitam itu tadi? Untung saja aku datang tepat waktu,” gerutu Kyu Hyun setelah tiba di apartement Hyura. Gadis itu sudah pasrah pada sikap sewenang-wenag Kyu Hyun. Dia memilih untuk menetap pada apartemen terakhir untuk waktu yang lama setelah beberapa kali pindah untuk menghindari pria itu.
Hyu Ra hanya memutar bola matanya malas dan menghempaskan tubuh kurusnya ke sofa ruang tamu apartementnya.
“Hei, kau tidak berniat pindah lagi Ra-ya? Tanya Kyu Hyun jahil sambil menaik turunkan alisnya.
“Aku bisa membantumu berkemas, jika kau ingin.” Tambahnya cepat.
“Kau pikir kemana lagi aku harus pindah, eoh? Sama saja kalau kau terus mengekoriku.” Semprot  Hyu Ra pedas.
“Tentu saja pindah kerumahku. Kita menikah!” Ucap Pria itu yang membuat Hyu Ra tersedak ludahnya sendiri karena saking terkejutnya.
“Kalau kau bisa menemukan tempat dimana didalamnya tidak terdapat kopi, dan musim hujan maka akan kupertimbangkan untuk pindah. Dan sepertinya akan lebih menyenangkan lagi jika tidak ada kau juga.” Putus Hyu Ra kalem sambil melirik Kyu Hyun saat dia tiba pada kalimat terakhirnya.
“Mungkin kau akan baik-baik saja hidup tanpa hujan dan kopi. Tapi coba pikirkan sekali lagi untuk hidup didunia tanpa ada aku didalamnya. Kau pasti akan menyesal karena telah melewatkan makhluk setampan diriku! Hahaha” balas Kyu Hyun dengan penuh kemenangan.
Well, kopi, hujan dan Kau.
Tiga hal yang paling kubenci selama hidupku.
Aku membenci kopi karena dirimu,
Aku membenci hujan juga karena dirimu,
Dan aku lebih-lebih membencimu karena kau merobohkan semua rasa benciku.
Aku benci, karena celakanya dimasa mendatang aku tidak akan bisa hidup tenang tanpa Kau disisiku.
Cho Kyu Hyun, sialan Kau.
Bagaimana bisa ada makhluk semenggoda dirimu? Merobohkan pertahananku tanpa ampun.
Kau tampan dan sial aku tidak bisa hidup tanpa pria tampan sepertimu.
-Park Hyu Ra-

000ooo000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar