Author:
Maharditya
FB & Twitter: Anis Stiyani / @anisstya
Title : COFFEE,
RAIN, AND YOU.
Genre :
Romance, Hurt.
Main Cast :
- Park Hyu Ra (OC)
-
Kyu Hyun Super Junior As Cho Kyu Hyun
-
L Infinite As Kim Myung Soo
Disclaimer
: This Fan
fiction is original story of mine. The cast belongs to themselves. So, Don’t
bash me !
Seberapa keras usahamu
untuk melihat telingamu dengan mata kepalamu sendiri,
pada akhirnya kau hanya bisa melihat bayangannya saja.
Pernahkah kau berpikir sebuah bayangan dapat menipu matamu?
Bukankah ia hanya sebuah bayang-bayang?
Bukanlah suatu hal yang nyata jika kau mau menyadarinya.
pada akhirnya kau hanya bisa melihat bayangannya saja.
Pernahkah kau berpikir sebuah bayangan dapat menipu matamu?
Bukankah ia hanya sebuah bayang-bayang?
Bukanlah suatu hal yang nyata jika kau mau menyadarinya.
000ooo000
“Myung Soo Oppa, aku pesan wafel dan
capucino,” ucap salah seorang gadis didepan meja kasir yang berhasil menarik
perhatian Hyu Ra. Ia telah duduk di kafe itu selama hampir dua jam. Kafe dengan
aroma kopi dan vanilla yang menguar sampai kesudut-sudut ruangan yang dapat
membuat pengunjung betah berlama-lama berada disana.
Pria yang dipanggil Myung Soo itu
hanya mengangguk sambil tersenyum tipis, manis sekali. Melihat pria itu
tersenyum membuat Hyu Ra secara reflek ikut menarik garis bibirnya sendiri,
membentuk sebuah lengkungan keatas. Ia tersenyum karena melihat seorang
tersenyum yang bahkan senyum itu tidak ditujukan untuknya. Aneh sekali.
Sesaat kemudian Hyu Ra melirik
sekilas kearah jendela besar yang tepat berada disampingnya. Sebuah senyum
cerah muncul menghiasi wajahnya. Hujan mulai reda. Bukankah saat-saat seperti
ini yang paling menyenangkan? Saat-saat kemungkinan kemunculan pelangi
mendekati satu. Tentu saja, setelah hujan harusnya muncul pelangi. Itu teori
yang ia ketahui.
“Sepertinya tidak terlalu buruk,” komentar
Hyu Ra sambil melirik sekilas pada piring dan gelas kosong yang berada pada
meja dihadapannya.
Gadis itu melangkah menuju pintu
keluar kafe, tak ingin menunda lebih lama lagi untuk segera pulang ke flatnya.
“Sepertinya nanti aku harus segera
mencari payungku dan memastikannya tersimpan didalam tasku,” gumamnya seraya
melangkah meninggalkan kafe itu.
Seperti melupakan sesuatu, gadis
itu membalikkan tubuhnya yang sudah mulai menjauh dari kafe dan tersenyum manis
saat membaca nama yang terpampang pada dinding kafe tersebut. MickyLite. Unik.
Pikirnya, kemudian kembali melangkahkan kaki menuju halte.
00000
Untuk kedua kalinya dalam seminggu
ini Hyu Ra merutuki kebodohannya sendiri. Bagaimana bisa dengan cerobohnya ia
kembali meninggalkan payungnya lagi? Gadis itu kini tengah terduduk dihalte bus,
menunggu hujan reda. Bahkan menunggu merupakan pekerjaan terkutuk yang bisa
memancing emosinya naik hingga keubun-ubun. Gadis itu kini tengah sibuk
menutupi mulut dan hidungnya. dengan sebuah saputangan berwarna soft pink ⎼khas
anak gadis⎼ dengan ukiran huruf Y disalah satus
udutnya dengan sentuhan liukan tangkai-tangkai bunga berwarna pink yang lebih
menyala.
Gadis itu membenci hujan dan segala
hal yang berhubungan dengan hujan, termasuk bau hujan. Hujan akan membuatnya
merasa lemah. Seperti ada kekuatan yang entah datang dari mana yang menyeretnya
untuk kembali mengingat kenangan-kenangan buruk dalam hidupnya yang berusaha ia
kubur dalam-dalam. Begitu banyak kejadian pahit yang telah ia alami sampai saat
ini, diusianya yang baru menginjak 21 tahun.
Sudah setengah jam Hyu Ra duduk
dihalte bus itu menahan terpaan angin yang menusuk-nusuk hingga ketulang. Ujung
hidungnya sudah mulai memerah menahan dingin, ditambah ia hanya memakai kemaja
tipis dan celana jeans yang tidak dapat menghalau angin yang menampar tubuh
kurusnya, membantu menghangatkan tubuhnya. Ia tidak berniat membawa mantel
maupun sekedar jaket tadi pagi karena ia terburu-buru.
Hyu Ra terlihat memegangi perutnya
yang tiba-tiba terasa lapar. Ia belum makan apapun sejak tadi pagi sampai siang
ini. Jam makan siang sudah lama berlalu sepertinya, dan cacing-cacing dalam
perutnya yang tak tahu waktu dan keadaan ini malah berdemo minta diisi. Ia
nampak mengedarkan pandangannya kesekitar halte bus itu. Tidak ada restaurant
atau sekedar kedai yang menjajakan makanan disana, hanya ada kafe itu,
MickyLite. Kafe yang sama dengan yang ia kunjungi kemarin. Jaraknya cukup dekat
dengan halte bus ini, sedikit tersembunyi diantara bangunan-bangunan megah yang
terdapat dijalanan itu.
Ia nampak berpikir untuk menerobos
hujan dan memenuhi ajakan cacing-cacingnya untuk menyejahterakan tubuhnya
sendiri atau menunggu sampai hujan agak reda dan ia dapat pulang keflatnya yang
hangat dan memasak sesuatu untuk dimakan.
Tapi sampai kapan ia mau menunggu
hujan reda? Sepertinya pilihan pertama lebih menarik. Gadis itu terlihat
menghembuskan nafasnya kasar, tak rela jika sebentar lagi tubuhnya harus
diguyur dengan air hujan itu. Ia kembali memasukkan sapu tangan yang dipakainya
untuk menutup mulut dan hidungnya tadi kedalam tas dengan gerakan cepat lalu
segera meninggalkan halte itu menerobos hujan, menuju kafe dengan aroma kopi
dan vanilla yang manis itu.
000000
Sesampainya dikafe itu, sepertinya
ia harus menunggu antrean yang tidak terlalu panjang. Hanya ada lima orang
gadis yang berdiri didepannya, menatap kagum pria yang berdiri dibalik meja
kasir itu, Myung Soo. Beberapa menit kemudian, tiba gilirannya untuk memesan.
Myung Soo, pria dibalik meja kasir
itu mulai menanyakan pesanannya. Gadis itu menyebutkan pesanannya begitu saja
tanpa menoleh pada menu yang tergantung pada dinding di belakang meja kasir
itu. Myung Soo terlihat mengernyit, menatap aneh kepada gadis didepannya ini.
Ketika Hyu Ra akan beranjak menuju meja untuk menunggu pesanannya diantarkan,
pria itu berdehem kecil dan mengatakan sesuatu yang membuat Hyu Ra memutar tubuhnya kembali untuk menghadap ke arah
pria itu,
“Ehm, maaf Nona. Apa kau tidak
tertarik mencoba menu baru di kafe kami? Kami punya menu kopi terbaru,” tawar
Myung Soo sambil memarkan senyum khas penjualnya.
“Emm, maaf tapi aku memben⎼
ah tidak, maksudku aku tidak terlalu menyukai jenis minuman yang satu itu, maaf
sayang sekali,” tolak Hyu Ra dengan wajah menyesalnya. Hampir saja gadis itu
mengatakan bahwa ia membenci kopi didepan seorang yang menjual kopi, bodoh
sekali. Ia bisa saja menyinggung perasaan pria itu bukan?
“Ah, baiklah, kalau begitu
pesananmu akan datang beberapa saat lagi. Kapan-kapan kau harus mencobanya,
kujamin kau akan suka,” ucap Myung Soo lagi masih berkeras menwarkan menu
barunya.
“Ah, ya. Baiklah, kapan-kapan aku
coba,” jawab Hyu Ra dan sedikit menganggukkan kepalanya sebagai tanda salam dan
ia menuju kemejanya.
Tak lama kemudian pesanannya datang,
dan Myung Soo sendirilah yang mengantarkan pesanannya.
“Silahkan, selamat menikmati,”
ujarnya dengan senyum yang sama seperti yang ia pamerkan dimeja kasir tadi
setelah meletakkan milkshake strawberry itu didepan Hyu Ra. Tak banyak
pilihan menu yang tersedia disana untuk kategori makanan berat, dan ia hanya
memesan milkshake kesukaannya dan spaghetty, lumayan untuk
mengganjal perutnya saat ini. Hyu Ra hanya mengucapkan terimakasih sekedarnya
dan mulai memakan pesanannya. Ia terlalu fokus terhadap makanan di depannya
hingga tidak menyadari jika ada seorang pria tengah menatapnya dengan tatapan yang
sulit diartikan di jalanan luar kafe itu.
“Jadi kau berada di sini selama
ini,” gumam pria itu dengan mata onyx yang menatap lekat wajah Hyu Ra yang tengah
sibuk mengunyah makanannya.
000000
Malam ini sepertinya langit tengah
berada pada puncak kecerahannya, tak terlihat sedikitpun tanda-tanda akan
datangnya hujan. Hyu Ra yang saat itu tengah melakukan kegiatan belanja
bulanannya di salah satu minimarket dekat kampusnya terlihat kepayahan dengan
barang belanjaannya. Ia tak memperhatikan jalanan disekitar hingga jatuh
tersungkur karena menabrak seseorang di depannya.
“Ah, maaf. Maafkan saya,” ucap Hyu
Ra sambil membungkuk berkali-kali tanpa berniat melihat siapa yang baru saja ia
tabrak.
“Oh, Hyu Ra-sii?” Sapa suara
khas pria didepan Hyu Ra membuat gadis itu mau tak mau mendongak melihat lawan
bicaranya.
“Eh? Kim Myung Soo-ssi? Kau?
Maaf aku tidak memperhatikan jalan,” ucap Hyu Ra lagi dengan wajah bersalah.
“Hahaha, tidak apa-apa. Tapi
sepertinya hari ini kau hobi sekali menabrakku, Hyu Ra-ya?” Ucap Myung
Soo lagi mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah sambil tersenyum miring.
Senyum yang baru pertama kali dilihatnya.
“Oh maaf, bolehkah aku memanggilmu
seperti itu? Aku lebih nyaman
memanggilmu seperti?” Myung Soo buru-buru menambahkan.
“Ah, ya. Tidak apa-apa. Maaf juga
karna telah menabrakmu tadi siang diperpustakaan,” ulang Hyu Ra melafalkan
permintaan maafnya.
Ya. Siang ini secara tidak sengaja Hyu
Ra bertemu dengan Myung Soo diperpustakaan. Hyu Ra yang sedang kepayahan
membawa tumpukan buku yang menggunung untuk ditata kembali dirak-rak buku itu
menabrak Myung Soo karena pandangannya terhalang oleh buku didepannya.
Hyu Ra memang membantu di perpustakaan
Universitasnya, semacam menjadi petugas perpustakaan. Ia mendapatkan posisi ini
karena dulu sering ikut membantu Song Ahjumma, petugas perpustakaan yang juga
tinggal di flat seberang kamar Hyu Ra. Ketika Hyu Ra tidak begitu sibuk dengan
urusan kuliahnya, maka ia akan menyempatkan diri untuk turut menjaga
perpustakaan itu.
Dari insiden tabrakan itu, Hyu Ra
mengetahui bahwa Myung Soo adalah mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual yang
berarti kecil sekali kemungkinan Hyu Ra mengenalnya karna jelas mereka berbeda
fakultas, Hyu Ra sendiri merupakan mahasiswa jurusan Kedokteran, namun
kebetulan mereka berada padan tahun yang sama.
“Hei, bukankah kau sering datang ke
kafe tempatku bekerja itu? MickyLite?” Tanya Myung Soo setelah keheningan yang
mendadak tercipta. Hyu Ra telah selesai mengemasi belanjaan bulanannya ⎼yang
hanya terdiri dari ramyun instan dan beberapa camilan ringan⎼
dengan dibantu Myung Soo tentunya.
“Ah, ya.” Tanggap Hyu Ra mengangguk sambil tersenyum canggung.
“Sudah lama kau tak mampir ke kafeku
lagi, kau sedang sibuk? Atau jangan-jangan kau tidak suka menu kafeku?” Tanya
Myung Soo lagi ⎼menjajari langkah Hyu
Ra menuju halte bus yang berjarak 50 meter dari minimarket itu⎼ mengingat dua minggu
ini Hyu Ra tak pernah mengunjungi kafenya lagi.
“Emm, iya. Aku sedikit sibuk, ada
banyak hal yang harus ku urus belakangan ini,” jawab Hyu Ra dengan senyum
tipis, wajahnya terlihat lelah.
“Em, begitu. Hyu Ra-ya, fighting!” Ujar
Myung Soo dengan senyum mengembang dan tangan mengepal keudara.
“Terimakasih Myung Soo-ssi,”
Hyu Ra mencoba untuk tersenyum lebih lebar kali ini.
“Kau mau pulang? Aku antar, ya?”
Tawar Myung Soo.
“Itu akan merepotkanmu,
terimakasih. Tawaran yang menarik, akan kupertimbangkan lain waktu,” kilahnya
mencoba berkelit.
“Tentu saja tidak akan merepotkan.
Akan ku antar kau malam ini sampai depan rumahmu. Aku hanya ingin memastikan
kau selamat sampai tujuan.” Ucap Myung Soo lagi dalam satu tarikan nafas yang
menandakan dia tidak menerima penolakan atau sanggahan sedikitpun. Baiklah. Sepertinya
semua pria itu sama saja, makhluk pemaksa.
000000
Akhirnya Hyu Ra pun memenuhi
tawaran Myung Soo untuk diantar pulang. Mereka menaiki bus selama sepuluh menit
dan turun di sebuah gang kecil yang remang. Diujung gang tersebut berdiri
sebuah bangunan yang cukup sederhana. Disanalah Hyu Ra tinggal.
“Sudah sampai. Terimakasih sudah
mengantarku,” tulus Hyu Ra.
“Tidak masalah. Setidaknya aku jadi
tahu dimana tempat tinggalmu,” ucap Myung Soo lagi dengan senyum lebar hingga
matanya terlihat tinggal segaris.
“Kau tidak menawariku untuk masuk?”
Goda Myung Soo.
“Em, kau mau⎼“
“Kau sudah pulang?” Suara bass
seorang pria membuat Hyu Ra dan Myung Soo menolehkan kepala mereka serempak
kearah sumber suara itu.
Terlihat seorang pria tengah
berdiri didepan tangga bangunan itu dengan mata onyx yang menyalang tajam
kearah keduanya. Myung Soo merasakan ketakutan yang tiba-tiba menguasai gadis
yang tengah berdiri disebelahnya ini. Perlahan Myung Soo mencoba menggenggam
tangan gadis itu.
“Kau tidak apa-apa? Siapa dia?” Bisik
Myung Soo pelan tapi masih dapat didengar oleh pria yang kini berjalan
mendekati mereka. Hyu Ra hanya mengangguk sekilas.
“Dia⎼ Dia kakakku” Balasnya parau.
“Aku Tunangannya. Kau siapa?” Seru Pria
itu keras hingga membuat Hyu Ra terlonjak karena ketakutan.
“Tu⎼ Tunangan?” Tanya Myung Soo heran.
“Ya. Aku tunangannya, Cho Kyu
Hyun.” Ujar pria itu tegas dan menarik tangan Hyu Ra agar mendekat dengannya.
“Kim Myung Soo. Aku teman
kuliahnya.” Salam Myung Soo kaku.
“Terimakasih sudah mengantarkannya
pulang, Kim Myung Soo-ssi. Tapi lain kali kau tak perlu repot seperti
ini, aku akan menjemputnya sendiri. Selamat malam.” Tanggap Kyu Hyun dingin dan
langsung menarik Hyu Ra kedalam gedung flatnya.
Myung Soo hanya berdiri mematung.
Memandangi punggung ramping gadis yang semakin menjauh darinya itu dengan
tatapan nanar. Jadi mana diantara mereka berdua yang berbohong? Gadis itu
mengatakan bahwa Kyu Hyun hanya kakaknya. Tapi Kyu Hyun malah membuat pengakuan
mengejutkan dengan memperkenalkan diri sebagai tunangannya. Bukankah dengan kata
lain pria itu mengatakan bahwa ia calon suaminya?
Myung Soo mendesah gusar dan
kembali berjalan menjauhi gedung itu menuju ke apartemennya sendiri yang
memakan waktu sepeuluh menit jika berjalan dari situ.
000000
“Apa yang kau lakukan disini?” Tanya
Hyu Ra dingin setelah memasuki kamar flatnya.
“Tentu saja menemui tunanganku, kau
pikir apa lagi?” Jawab pria itu santai dan duduk dengan tenang pada
satu-satunya Sofa yang ada di ruangan itu.
“Tunangan? Siapa yang kau sebut
sebagai tuananganmu, Tuan Muda? Kau ini lucu sekali!” Cibir Hyu Ra remeh.
“Tentu saja kau! Kau lupa mempunyai
tunangan setampan aku, eoh?” Nada suara Kyu Hyun mulai meninggi dan Hyu Ra
benci keadaan ini.
“Sebenarnya kau ini kenapa? Sudah
berapa kali kukatakan AKU BUKAN TUNANGANMU!!” Teriak Hyu Ra tajam. Matanya sudah mulai memanas.
“Dan kau pikir sudah berapa kali
kukatakan bahwa kita sudah BERTUNANGAN, Huh?” Sembur Kyu Hyun. Tangannya kini
sudah memegangi kedua bahu Hyu Ra membuat tubuh gadis itu bergetar karena
ketakutan.
“Kau gila!” Sembur gadis itu.
“Aku bukan tunanganmu. Tunanganmu
Kim Yeon Hee, dan dia sudah mati!” Untuk kali ini saja, gadis itu harus
mengatakannya. Mengatakan kebenaran bahwa dia bukanlah tunangan dari pria itu,
bahwa dia bukanlah Kim Yeon Hee.
“Ku tegaskan sekali lagi, Tuan
Muda. Namaku PARK HYU RA buka Kim Yeon Hee. Kau sudah mengerti sekarang?” Ucap Hyu
Ra lagi.
Kyu Hyun mundur beberapa langkah
dan mulai memandang nanar kearah Hyu Ra. Gadis itu hanya diam terpaku menatap
reaksi yang akan terjadi pada pria dihadapannya ini.
“Tidak. Tidak. Tidak..” Pria itu
terus bergumam dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Tidak. Kau berbohong, kau pasti
hanya bercanda. Kau Yeon Hee-ku. Kim Yeon Hee-ku. Kau tidak bisa membohongiku.”
Teriaknya kacau. Pria itu mulai menangis dan emosinya mulai tak terkendali.
Arghhhhh!!!
Pria itu mengerang frustasi dan
kembali melakukan aksinya seperti yang sudah-sudah. Pria itu kembali memukuli
tubuhnya sendiri dan menangis mengerang menyebut nama tunangannya yang telah
mati.
“Yeon Hee. Kim Yeon Hee~ kau Kim
Yeon Hee-ku. Jangan tinggalkan aku lagi, Yeon Hee-ya!”
Kini pria itu duduk diatas sofa
sambil menekuk kedua kakinya keatas. Dia menangis seperti layaknnya seorang
anak kecil yang ditinggal ibunya kepasar.
000000
Sebenarnya Cho Kyu Hyun adalah pria
yang tampan dan kelewat sempurna. Jenis pria kaya dengan wajah tampan dan
kecerdasan diatas rata-rata. Tiga tahun yang lalu, saat usianya baru menginjak
22 tahun pria itu bertunangan dengan gadis yang sangat ia cintai sejak kecil.
Gadis itu adalah Kim Yeon Hee, saudara sepupu Park Hyu Ra.
Usia Yeon Hee dan Hyu Ra tidak beda
jauh, lebih tua Yeon Hee tiga
bulan. Wajah mereka pun sangat mirip, hampir seperti kembar identik. Hanya saja
yang membedakan warna mata mereka. Yeon Hee mempunyai mata hitam pekat
sedangkan Hyu Ra mempunyai mata coklat.
Hyu Ra dan Yeon Hee hidup terpisah
dan jarang bertemu. Yeon Hee dan keluarganya tinggal di Nohwon sementara Hyu Ra
dan keluarganya tinggal di Gangnam.
Namun, tiga bulan setelah Kyu Hyun
dan Yeon Hee bertunangan, peristiwa naas itu terjadi. Mobil yang membawa Yeon
Hee dan Kyu Hyun waktu itu mengalami kecelakaan. Padahal keduanya dalam
perjalanan pulang setelah fitting baju untuk acara pernikahan mereka
yang tinggal menghitung hari. Mobil yang ditumpangi mereka berdua oleng karena
menghindari tabrakan dengan mobil yang tiba-tiba datang dari arah berlawanan.
Mobil itu menabrak pembatas jalan dan terseret hingga sejauh 100 meter. Yeon
Hee langsung meninggal ditempat sedangkan Kyu Hyun berhasil diselamatkan.
Keadaan pria itu sangat
mengenaskan. Dia mengalami koma selama sebulan karena luka berat dikepalanya.
Keluarganya sangat mencemaskan keadaan pria itu. Bagaimana jika suatu saat pria
itu terbangun dari tidur panjangnya dan tidak menemukan Tunangannya lagi? Apa
yang harus keluarganya katakan? Apakah mengatakan kebenaran pada seorang pasien
yang baru sadar dari koma tidak akan menganggu kesehatannya? Bisa jadi pria itu
meregang nyawa seketika saat mengetahui kebenarannya.
Hidup yang sangat kejam telah
menanti Kyu Hyun ketika ia membuka matanya. Hal yang dikhawatirkan keluarganya
benar-benar terjadi. Dia mencari gadisnya, sejak pertama kali ia sadar.
Keluarganya hanya mampu mengatakan bahwa gadis itu sudah sehat dan baik-baik
saja. Namun ketika ditanyakan perihal ketidakhadiran gadis itu, keluarganya
hanya mampu menjawab gadis itu butuh istirahat dirumahnya.
Dimalam kesepuluh setelah dia
bangun dari komanya, Kyu Hyun bermimpi bertemu Yeon Hee. Gadis itu mengenakan
gaun pernikahannya. Gaun yang dicoba saat fitting baju, sebelum
peristiwa naas itu terjadi. Gadis itu terlihat sangat cantik dan bahagia
sekali. Dalam mimpinya, gadis itu berpesan agar ia selalu hidup dengan baik dan
bahagia. Ia tidak pernah mengerti dan menangkap makna dari pesan itu secara
utuh.
Sebulan setelah keadaannya membaik,
Kyu Hyun mulai curiga karena Yeon Hee tidak pernah menjenguknya sekalipun. Pria
itu berinisiatif untuk mendatangi rumah Yeon Hee tanpa sepengetahuan
keluarganya. Disanalah awal mula ia bertemu dengan Hyu Ra yang dikira Yeon Hee.
Dan dari sana pula lah kerumitan dalam hidup Hyu Ra dimulai.
000000
“Hyu Ra-ya! Pesananmu,” Interupsi
Myung Soo sambil menyodorkan sebuah kopi hitam pekat tanpa gula. Myung Soo
sempat heran ketika Hyu Ra mengatakan pesanannya. Seingatnya, Hyu Ra pernah
bercerita membenci kopi untuk suatu alasan yang tidak bisa ia ketahui.
“Kenapa kau antarkan sendiri? Kau
kekurangan pelanggan, eoh?” Cibir gadis itu. Myung Soo adalah tipe pria
yang baik dan menyenangkan. Membuatnya nyaman, tidak seperti seseorang yang
belakangan ini kembali mengusik hidupnya.
“Hmm, hanya saja ini kopi pertama
yang kau pesan sejak kau masuk kafe ini. Setengah tahun yang lalu?” Ucapnya
sambil menerawang, mengingat sesuatu.
“Ah, ya. Dan terimakasih telah
mengingatkanku. Setengah tahun menjadi pelanggan setiamu. Anggap saja aku
sedang mencoba memenuhi janjiku untuk mencoba racikan kopi dikafemu ini,” seloroh
Hyu Ra.
“Tapi untuk ukuran gadis manis
sepertimu, kopi hitam pekat tanpa gula sedikit mengerikan.” Ujar Myung Soo dengan tampang prihatin.
“Ah, ya. Terimakasih, aku tahu aku
manis.” Gadis itu mulai menyesap kopi pesanannya. Ia mengerang frustasi ketika
rasa pahit itu menyapa sampai kepangkal lidahnya.
“Kau pindah lagi?” Tanya Myung Soo
sesaat setelah gadis itu membenahi ekspresinya. Dia memang tidak pernah bisa
minum kopi dengan benar, terlebih kopi pahit tanpa gula.
“Eum? Eo. Aku bosan, mencari
suasana baru saja.” Jawab Hyu Ra sambil mengendikkan bahunya acuh.
“Apa ini ada hubungannya denganku?”
Sebuah sauara bass yang terdengar sedih berhasil menampar gendang telinga Hyu
Ra. Gadis itu terperanjat kaget, mendapati Kyu Hyun sudah berada dibelakangnya
dengan tatapan terluka.
Tanpa permisi Kyu Hyun mengambil
tempat duduk tepat didepan Hyu Ra, disamping Myung Soo.
“Kyu Hyun-ah...” Erang gadis
itu frustasi. Kini ia lebih berhati-hati menghadapi Kyu Hyun. Setelah peristiwa
empat bulan yang lalu, Hyu Ra tidak berani berbicara kasar lagi pada Kyu Hyun.
Ia cukup kenyang mendapat ceramah panjang lebar dari kakeknya setelah peristiwa
malam itu serta luapan emosi dari kedua orang tuanya. Bagaimanapun juga ia
menghadapi orang yang tidak pada umumnya. Orang-orang frustasi yang tidak bisa
menerima kenyataan. Mereka lebih mengerikan daripada perampok sekalipun.
“Kau tidak mau aku berada
disekitarmu? Apa susahnya untuk mengatakan itu? Katakan saja, dan aku tidak
akan muncul dihadapanmu lagi.” Mata pria itu terlihat merah dan berkaca-kaca.
Dan bagaimanapun juga, Hyu Ra benci akan keadaan ini.
“Bukan. Sungguh, aku hanya...” Gadis
itu tidak melanjutkan kata-katanya. Ia memilih membayar kopinya, dan mengajak
Kyu Hyun pergi dari kafe itu. Bagaimanapun juga, ia tidak ingin tiba-tiba Kyu
Hyun meledak seperti yang sudah-sudah. Tentu saja itu akan merepotkan semua
orang yang berada dikafe itu.
000ooo000
“Kyu Hyun-ah! Kau mau ikut
aku?” Ucap Hyu Ra dengan senyum cerah.
Hari ini adalah hari peringatan
kematian Yeon Hee. Sudah tiga tahun, dan rasanya baru kemarin Hyu Ra dan Yeon
Hee bermain rumah-rumahan bersama. Siapa yang tahu kalau ternyata maut lebih
dulu menjemput Yeon Hee setengah tahun setelah kelulusannya dari SMA.
Kyu Hyun yang tengah duduk santai
sambil memainkan PSP putih kesayangannya sejak menginjakkan kakinya di apartemen
Hyu Ra segera menoleh antusias ketika mendengar suara Hyu Ra.
“Kau mau mengajakku pergi? Apa aku
tidak salah dengar? Kau yakin?” Tanya Kyu Hyun bertubi-tubi dengan wajah
berbinar. Bagaimanapun juga Hyu Ra tidak pernah mau mengajak Kyu Hyun kemanapun
ia pergi. Ia lebih senang mengajak Myung Soo, dan pada akhirnya Kyu Hyun akan
mengikutinya secara diam-diam dan muncul tiba-tiba ketika suasana diantara Hyu
Ra dan Myung Soo mulai akrab.
“Em, tentu saja. Kau mau? Kalau
tidak aku bisa mengajak Myung⎼”
“Tentu saja aku mau! Dan jangan
bawa-bawa alien berbaju hitam itu. aku tidak suka dia terus mengekorimu
kemanapun kau pergi!” Sambar Kyu Hyun dengan bibir mengerucut. Jelas, kekanakan
sekali.
“Aha~ anak pintar. Dan jangan sebut
Myung Soo alien berbaju hitam. Tidak ada alien setampan dia, jika kau ingin
tahu,” pekik Hyu Ra diakhir kalimatnya dengan
wajah lucu menahan amarah.
“Setidaknya aku lebih tampan
daripada dia,” protes Kyu Hyun tak terima.
“Ya. Katakanlah sesuka hatimu, Tuan
Tampan!” Gerutu Hyu Ra gemas dengan kelakuan kekanakan Kyu Hyun, dan menarik
tanganya keluar dari Apartemen.
000ooo000
Entah sudah berapa kali Kyu Hyun
menghembuskan nafasnya kasar. Ia terlihat gusar, setidaknya sejak dua jam
terakhir. Saat ini ia dan Hyu Ra tengah duduk didalam bus yang tengah melaju
meninggalkan pusat keramaian kota Seoul. Untuk kesekian kalinya ia mengamati
pemandangan diluar kaca bus yang terlihat timbul tenggelam seiring dengan
kecepatan laju bus.
“Hyu Ra-ya! Kau masih tidak
mau memberitahuku kemana tujuan kita?” Rajuk Kyu Hyun sambil melirik Hyu Ra
antara gemas dan sebal. Dan gadis itu hanya menggeleng ringan sambil memejamkan
matanya, menikmati alunan musik yang keluar dari headset ipodnya
yang langsung terhubung ketelinga.
“Kau sudah menanyakannya ratusan
kali sepanjang perjalan kita. Apa kau tidak punya pertanyaan lain selain itu? Ck,
benar-benar tidak kreatif!” Cibir Hyu Ra dengan mata masih terpejam.
Kyu Hyun yang gemas dengan tingkah
laku Hyu Ra langsung melepaskan Head set yang dipakainya secara paksa dan
membentak frustasi.
“Ya, Park Hyu Ra!!”
Wajah Kyu Hyun terlihat memerah
menahan emosi. Seakan tersadar akan sesuatu, Hyu Ra membenarkan posisi
duduknya.
“Kau tahu aku Park Hyu Ra?” Tanyanya
dengan ekspresi terkejut.
Kyu Hyun tak kalah terkejut
mendengar ucapan Hyu Ra. Apakah ada yang salah? Apakah baru saja dia menyebut
nama lain selain nama Kim Yeon Hee? Ia sendiripun tak sadar.
“Apa maksudmu dengan Park Hyu Ra?
Siapa dia? Yeon Hee-ya kumohon, jangan mulai lagi.” Erang Kyu Hyun putus
asa.
Kyu Hyun masih betah berdiam diri
setelah percakapan terakhir mereka. Ia terlihat menyibukkan diri melihat ke
arah luar jendela. Terlihat antusias dan sedikit berlebihan, menurut Hyu Ra.
Ah, ya. Mungkin saja dia sedang
menghitung jumlah lampu jalan sepanjang jalan ini. Siapa yang tahu jalan
pikirannya? Batin Hyu Ra, dan tanpa sadar ia tersenyum memandang kepolosan yang
tercetak diwajah tampan pria itu.
“Hei, apa yang sedang kau lakukan?
Mencoba menghitung jumlah lampu jalan itu, eoh?” goda Hyu Ra mencoba mencairkan
suasana. Kyu Hyun hanya mendengus sebal menanggapi ucapan Hyu Ra.
“Baiklah, jangan cemberut lagi eo?
Tuan Tampan, sebentar lagi kita sampai. Persiapkan dirimu, eo?” Tambah Hyu Ra sambil
mengelus punggung tangan Kyu Hyun lembut.
0000ooo0000
Perjalanan yang cukup memakan waktu
lama. Kyu Hyun mengira penderitaannya akan segera berakhir dan menemukan tempat
tujuan mereka dengan segera. Namun dugaannya salah, ia harus berjalan lagi
kurang lebih lima ratus meter dari halte bus tempatnya turun tadi.
Tak banyak pemandangan yang bisa
dilihat. Sepanjang perjalanan ia hanya melihat ilalang yang meninggi dikiri
kanan jalan, hampir seukuran lutut orang dewasa. Dari tempatnya sekarang, ia
dapat melihat dua pohon maple yang lebih menyerupai gerbang dengan daun yang
mulai berguguran. Mereka berjalan mendekat kearah jajaran pohon maple yang
menyerupai barisan tentara penyambutan yang berjejer dikanan-kiri jalan utama.
Hyu Ra sesekali dengan sengaja menginjak daun-daun maple kering itu dengan
sepatunya sehingga menimbulkan bunyi yang cukup berisik.
“Tidak bisakah kau berjalan tenang
disampingku saja?” usil Kyu Hyun dan menarik Lengan Hyu Ra mendekat padanya.
“Kau tahu? Belakangan aku suka
sekali mendengarkan suara daun kering yang terinjak. Suaranya unik sekali. Coba
kau dengar,” Hyu Ra kembali menjangkau kumpulan daun maple kering yang berada
disisi jalan itu dan kembali menginjaknya.
“Kau mendengarnya? Indah bukan?” Tanya
Hyu Ra antusias.
“Gadis aneh. Bahkan hobimu sejak
dulu tidak pernah berubah!” Balas Kyu Hyun sambil mengacak rambut Hyu Ra gemas.
Namun gerakannya terhenti tiba-tiba saat tak ada respon dari gadis itu.
“Kenapa berhenti mengacak
rambutku?” Tanya Hyu Ra bingung.
“Bukankah seharusnya kau marah saat
aku mengacak-acak rambutmu seperti ini?” Kata Kyu Hyun Bingung, balik bertanya.
“Astaga~ sejak kapan aku punya
kebiasaan seperti itu? aku sangat menyukai ketika orang-orang mengacak
rambutku, rasanya seperti dipijat dan dapat menghilangkan penatku sejenak,”
jelas Hyu Ra panjang lebar tanpa memperhatikan ekspresi terkejut yang terbit
diwajah tampan pria itu.
“Ah, seharusnya tadi aku mengajak
Myung Soo kemari. Setidaknya aku punya fotografer gratis. Ah, sayang sekali
pemandangan seindah ini~” gerutu Hyu Ra lirih tanpa memedulikan Kyu Hyun..
“Kau merindukannya, eoh?” tanya Kyu
Hyun dengan nada jengkel.
“Sudahlah, aku tidak ingin membahas
masalah itu sekarang. Kau mau masuk atau tidak?” Ucap Hyu Ra lagi yang membuat
Kyu Hyun Tersadar bahwa mereka telah sampai disebuah area pemakaman.
000ooo0000
Dan disinilah akhirnya mereka
berada. Tanah lapangan dengan begitu banyak gundukan tanah yang berjajar rapi.
Susana senyap lebih mendominasi tempat ini hingga suara daun-daun maple yang
bergesekan pun terdengar begitu jelas ditelinga Kyu Hyun dan Hyu Ra. Seorang
ahjumma berusia awal lima puluh tahunan terlihat sedang merapikan beberapa makam
tak jauh dari tempat mereka berdiri. Ia terlihat begitu asyik dengan
kegiatannya, namun ia berhenti sejenak merasa ada yang mengawasi.
“Oh, Agassi? Kau sudah datang?” Sambut
Ahjumma itu ramah kepada Hyu Ra.
“Ye, Ahjummoni.” Jawab Hyu
Ra sopan sambil membungkukkan badan.
Ahjumma itu terlihat pergi ketempat
ia biasa berteduh dan kembali membawa sesuatu pesanan Hyu Ra.
“Ini mawar putih pesananmu, Agassi.
Seperti biasanya, tiga belas. Tidak kurang, dan tidak lebih.” Ucap Ahjumma itu
dengan senyum terkulum dibibirnya. Hyu Ra langsung menerima mawar itu dan
mengucapkan terimakasih kepada Ahjumma penjaga makam.
000ooo000
Hyu Ra seakan lupa memperhatikan
Kyu Hyun yang terlihat menegang sejak tadi. Dalam hati Kyu Hyun bertanya-tanya,
siapa sebenarnya yang ingin dikunjungi oleh gadis ini? Dan detik berikutnya
pertanyaannya terjawab sudah ketika gadis itu berhenti tepat didepan makam
dengan nama yang terdengar sedikit tidak asing bagi Kyu Hyun.
Kim Yeon Hee. Kyu Hyun berkali-kali
mengeja tulisan yang tertera pada batu nisan dihadapannya. Ia memandangi batu
nisan dan gadis disampingnya secara bergantian dengan ekspresi bingung dan
menuntut penjelasan.
Hyu Ra seakan sengaja mengatur
semua ini dan dia tetap memandang lurus batu nisan dihadapannya dan berjongkok
disalah satu sisinya untuk meletakkan bunga mawar putih kesukaan Yeon Hee. Dan
selalu tiga belas. Entah mengapa semasa hidupnya gadis itu hanya tergila-gila
pada tiga hal saja didunia ini, bunga mawar, angka tiga belas dan juga Kyu Hyun
tentunya. Hyu Ra memulai ritual tahunannya.
“Yeon Hee-ya, anyeong!
Lama tidak bertemu, apa kabarmu?” Sapa Hyu Ra serak dengan pandangan kabur
kearah batu nisan itu.
“Rasanya seperti baru kemarin kau
heboh mempersiapkan pernikahanmu, dan sekarang apa yang kau lakukan? Jsshh,
gadis bodoh! Kenapa kau dengan santainya malah tertidur disini dan tidak
bangun-bangun?” Hyu Ra terisak.
“Bodoh. Aku kesepian sekali disini.
Tidak ada yang merecoki hidupku tiga tahun belakangan ini. Kau tidak
merindukanku, eoh?” dan gadis itu masih setia membelai nisan dihadapannya.
“Hei, tapi ada sisi baiknya. Sekarang tidak
ada lagi yang akan memaksaku bermain hujan seperti seorang idiot lagi. Kau
tahu, aku bukan tidak menyukai hujan. Hanya saja aku membenci Flu yang akan
menyerangku setelah bermain hujan.” Hyu Ra terkekeh dalam isakannya.
“Yeon Hee-ya, Kau tahu?
Sekarang aku mulai mengikuti saranmu, dulu. Kopi hitam pekat tanpa gula. Kurasa
itu racun yang cukup ampuh untuk membunuh rasa frustasiku. Bagaimana tidak?
Disaat bersamaan aku harus menelan minuman kebanggannmu itu dengan wajah
merana, dan mana mungkin aku sempat memikirkan hal lain, eoh?” gadis itu
tersenyum miris mengenang saran konyol sepupunya empat tahun yang lalu.
“Yeon Hee-ya, kurasa aku sudah
memenuhi tiga permintaanmu kali ini. Berkunjung ke makammu setiap tahun,
menjaga sapu tangan pink kebanggaanmu, dan yang terakhir, membawa Oppa-mu
kemari, kau senang?”
Gadis itu menoleh dengan gerakan
tiba-tiba membuat Kyu Hyun yang dari tadi hanya memperhatikan tingkahnya
terlonjak kaget.
“Kyu Hyun-ah! Kemarilah,
kukenalkan pada sepupuku.” Kata Hyu Ra sambil menarik Kyu Hyun untuk jongkok
bersamanya.
“Yeon Hee-ya, lihat siapa
yang datang! Dia Oppa-mu, Kyu Hyun Oppa-mu yang sangat kau banggakan. Namja
tertampan diseluruh jagat Seoul, dimana didalamnya hanya terdapat kalian berdua
sebagai penghuninya. Cih, kau sama kekanakannya dengan Oppa-mu ini.” Ucap Hyu
Ra lagi sambil mengusap air matanya yang entah sejak kapan mengalir.
“Oppa, kau mengenalnya, kan? Dia
Kim Yeon Hee-mu, Oppa.” Ucap Hyu Ra dengan wajah putus asa.
“Dan aku, kau seharusnya tahu siapa
aku...” tambahnya lirih.
Sekelebat kenangan masa lalu Kyu
Hyun serasa datang secara tiba-tiba. Hari dimana ia pergi untuk fitting baju
pengantin dengan Yeon Hee, sampai peristiwa kecelakaan naas itu. sepertinya ada
satu potongan memori yang terselip tanpa sempat Kyu Hyun sadari. Saat itu, iya
saat itu Yeon Hee, dia meninggal ditempat. Kyu Hyun yang memastikannya sendiri
waktu itu, saat-saat detik terakhir sebelum kesadarannya benar-benar
menghilang. Ia sempat menjerit frustasi saat mendapati Yeon Hee dalam posisi
tercepit badan mobil dengan luka parah dikepalanya.
Bayangan yang sejak tiga tahun lalu
berusaha ditepisnya kini mencuat lagi kepermukaan. Selama tiga tahun belakangan
ini ia sibuk meyakinkan dirinya bahwa Yeon Hee-nya masih hidup. Bahwa Yeon Hee
hanya hilang ingatan dan berubah menjadi sosok Park Hyu Ra. Ia selalu
meyakinkan dirinya sendiri seperti itu berulang-ulang setiap terbangun dipagi
hari dengan perasaan hampa karna tak kunjung menemukan sosok Yeon Hee dalam
diri Hyu Ra. Jelas saja, mereka adalah orang yang berbeda. Kini Kyu Hyun sadar
akan itu.
“Yeon Hee-ya.... “ bisik Kyu
Hyun parau pada nisan dihadapannya. Pria
itu menunduk dalam, lama sekali.
“Maaf. Maafkan aku Yeon Hee-ya!
Aku... aku sudah menipu diriku sendiri. Aku sudah menipumu, aku menghianatimu
Yeon Hee-ya. Apa yang harus kulakukan? Beritahu aku. Aku sudah jatuh
cinta pada orang lain, Yeon Hee-ya. Maafkan aku, maaf...” bahu pria itu
bergetar hebat menandakan luapan emosinya.
000ooo000
Kau takkan pernah tahu kemana roda
kehidupanmu akan berputar. Apakah ia akan mengantarmu kejurang kematian, atau
taman surga yang penuh dengan kehangatan cinta. Bagaimanapun juga, kau yang
memegang kendali penuh akan roda itu.
“Yak! Kau lihat tadi saat aku
berjalan diatas karpet merah itu? Kau lihat sekarang aku sudah resmi menyandang
gelar Sarjana! Hah, empat tahun yang berat dan menyebalkan!” cecar Kim Myung
Soo pada Park Hyu Ra yang hanya diam sambil memilin ujung kemeja kotak-kotak
pink kebanggaannya.
Hari ini Myung Soo sengaja menutup
kafenya karena acara wisuda kelulusannya dari Universitas. Tentu saja dia tidak
ingin direpotkan dengan banyaknya pelanggan dihari bahagianya. Dan beginilah
jadinya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, MickyLite terlihat sepi dan
tenang tanpa suara cekikikan para gadis-gadis muda penggemar setia Kim Myung
Soo.
“Ya, kenapa kau murung begitu?
Salah siapa mengambil jurusan kedokteran. Cepat selesaikan praktikmu dan segera
susul aku, eoh?” celoteh Myung Soo memberi semangat pada Hyu Ra dan mengelus
rambutnya penuh sayang.
“Myung-ie...” Gumam Hyu Ra
dengan wajah ditekuk.
“Ah, aku benci nada bicara itu.
jangan memulai lagi Hyu Ra-ya!” Geram Myung Soo sambil mengaduk gusar
kopi hitamnya.
“Aku sudah mengambil langkah yang
benar, kan? Aku hanya ingin dia bangkit dan keluar dari dunia ciptaannya
sendiri.” Hyu Ra mencari pembenaran.
“Tentu saja, kau sudah mengambil
tindakan yang tepat karena bagaimanapun dia tidak boleh tergantung padamu
terus. Aku juga membutuhkanmu...” Pasrah Myung Soo lirih di akhir kalimatnya.
“Myung-ie...” Rengek Hyu Ra
putus asa.
“Iya, aku tahu. Aku kakakmu,
begitulah seharusnya. Kau puas?” Ujar Myung Soo dengan wajah menahan kesal.
“Maaf...” Lirih Hyu Ra lagi.
“Aku tahu, Kau juga tertarik pada
pria gila itu. Kau dan dia sama-sama gila, jadi untuk apa menghalangi
orang-orang gila hidup bersama?” Cibir Myung Soo kesal. Dan Hyu Ra lebih suka
Myung Soo dengan ekspresi seperti ini. Ia tahu dengan baik bagaiman isi hati
Pria itu. Setahun berteman dengannya cukup membuat Hyu Ra tahu seperti apa pria
yang tengah duduk dihadapannya itu.
“Ya! Siapa yang kau sebut pria
gila, alien jelek!” Sembur seorang pria yang datang dari pintu masuk kafe itu.
“Kau tidak bisa membaca tulisan
didepan pintu, eoh? Kafeku tutup. Aku tidak menerima pelanggan.” Balas Myung
Soo tanpa menatap lawan bicaranya.
“Kau mengikutiku lagi, eoh? Aish~
Jinjja, pria ini membuatku gila!” Erang Hyu Ra sambil mengusap wajahnya
frustasi.
“Siapa bilang aku mengikutimu? Aku
hanya kebetulan lewat disekitar sini dan butuh kopi. Ya, Kim Myung Soo! Kenapa
kau masih disini? Buatkan pesananku segera, cepat!” ucap Kyu Hyun sambil
menunjuk-nunjuk wajah Myung Soo kelabakan karena tuduhan Hyu Ra.
“Aku tahu ekspresi macam apa itu,
Cho Kyu Hyun. Kau tidak pernah bisa berbohong padaku. Dasar payah!”
“Tapi aku tampan,” pamernya percaya
diri dengan berkacak pinggang.
“Dan celakanya, Park Hyu Ra kau
sudah jatuh kedalam pesona seorang Cho Kyu Hyun yang tampan ini. Rasakan!
Hahahaha...” Tambah Kyu Hyun penuh Kemenangan.
“Ya, jangan membuat heboh di
kafeku. Aku juga butuh ketenangan. Jarang sekali aku mendapatkan kenyamanan di
kafeku sendiri seperti ini. Cepat pergi dari sini!” usir Myung Soo sambil
menggiring paksa dua orang perusuh itu keluar dari kafenya.
000ooo000
“Apa yang kau lakukan ditempat
alien maniak hitam itu tadi? Untung saja aku datang tepat waktu,” gerutu Kyu
Hyun setelah tiba di apartement Hyura. Gadis itu sudah pasrah pada sikap
sewenang-wenag Kyu Hyun. Dia memilih untuk menetap pada apartemen terakhir
untuk waktu yang lama setelah beberapa kali pindah untuk menghindari pria itu.
Hyu Ra hanya memutar bola matanya
malas dan menghempaskan tubuh kurusnya ke sofa ruang tamu apartementnya.
“Hei, kau tidak berniat pindah lagi
Ra-ya? Tanya Kyu Hyun jahil sambil menaik turunkan alisnya.
“Aku bisa membantumu berkemas, jika
kau ingin.” Tambahnya cepat.
“Kau pikir kemana lagi aku harus
pindah, eoh? Sama saja kalau kau terus mengekoriku.” Semprot Hyu Ra pedas.
“Tentu saja pindah kerumahku. Kita
menikah!” Ucap Pria itu yang membuat Hyu Ra tersedak ludahnya sendiri karena
saking terkejutnya.
“Kalau kau bisa menemukan tempat
dimana didalamnya tidak terdapat kopi, dan musim hujan maka akan
kupertimbangkan untuk pindah. Dan sepertinya akan lebih menyenangkan lagi jika
tidak ada kau juga.” Putus Hyu Ra kalem sambil melirik Kyu Hyun saat dia tiba
pada kalimat terakhirnya.
“Mungkin kau akan baik-baik saja
hidup tanpa hujan dan kopi. Tapi coba pikirkan sekali lagi untuk hidup didunia
tanpa ada aku didalamnya. Kau pasti akan menyesal karena telah melewatkan
makhluk setampan diriku! Hahaha” balas Kyu Hyun dengan penuh kemenangan.
Well,
kopi, hujan dan Kau.
Tiga
hal yang paling kubenci selama hidupku.
Aku
membenci kopi karena dirimu,
Aku
membenci hujan juga karena dirimu,
Dan
aku lebih-lebih membencimu karena kau merobohkan semua rasa benciku.
Aku
benci, karena celakanya dimasa mendatang aku tidak akan bisa hidup tenang tanpa
Kau disisiku.
Cho
Kyu Hyun, sialan Kau.
Bagaimana
bisa ada makhluk semenggoda dirimu? Merobohkan pertahananku tanpa ampun.
Kau
tampan dan sial aku tidak bisa hidup tanpa pria tampan sepertimu.
-Park
Hyu Ra-
000ooo000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar